PHOTOS
Melihat Pembuatan Tenun Ikat Karaja Sumba
Sumba Barat - Selain keindahan alamnya, Pulau Sumba juga dikenal dengan kain tenun yang khas bernilai tinggi. Salah satunya adalah Tenun Ikat Karaja Sumba Barat. Yuk lihat.

Kelompok Tenun Ikat Karaja ini terbentuk bersama komunitas English Goes to Kampung (EGK) Sumba yang didirikan oleh Asti Kulla, untuk menunjang kemandirian ekonomi di masa pandemi bagi pelaku kreatif potensi lokal yaitu tenun ikat karaja dengan bahan pewarna alam. Kelompok ini berada di Kampung Letehakapuna, Laboya Bawa, Sumba Barat, NTT.Â

Tenun Sumba merepresentasikan bagaimana budaya Sumba dijaga dan dilestarikan. Setiap wilayah di Sumba memiliki corak dan motif kain tenun sendiri-sendiri. Corak dan motif ini dipengaruhi oleh budaya dan kondisi alam setempat. Jenis-jenis kain ini terkait dengan teknik pembuatan motif dan pewarnaannya. Setidaknya ada 3 teknik dalam pembuatan motif dan pewarnaannya.

Pertama, pahikung. Pahikung merupakan jenis kain yang dibuat dengan dengan teknik ikat. Teknik ini banyak dijumpai di Wanokaka dan lamboya. Kedua, pawora, kain dengan teknik ini dibuat dengan teknik anyaman kemudian diberi pewarna alami. Teknik ini banyak digunakan di daerah Tana Righu. Ketiga, lambaleko. Kain tenun dengan teknik ini dibuat dengan menggunakan bilah bambu atau lidi yang disisipkan di sela benang, lalu diungkit dan ditekan mengikuti pola tertentu. Teknik lambaleko banyak digunakan di wilayah Loli. Â

Tenun Sumba banyak mengambil alam sekitar sebagai inspirasi dalam pembuatan motif. Motif hewan dan tumbuhan banyak menghias tenun-tenun nan cantik itu. Â

Tenun Sumba tradisional dibuat dengan metode dan peralatan yang tidak berubah selama berabad-abad. Â

Tahap pertama pembuatan kain tenun dengan mengumpulkan biji-biji kapas dan memisahkan dengan seratnya. Tahap kedua, meratakan serat kapas dalam bentuk lempengan memanjang. Lempengan memanjang ini kemudian dijemur. Setelah kering kemudian kapas ini dipintal menjadi benang dengan menggunakan alat yang disebut kidde. Â

Pada tahap selanjutnya, benang lungsin masuk dalam proses pewarnaan. Pewarna alam yang digunakan dalam proses mewarnai benang ini, misalnya, warna merah dibuat dari akar mengkudu, warna biru dari tanamanan nila, warna kuning didapat dari kulit kayu, dan warna putih dari warna dasar kapas. Untuk membuat warna hitam dengan mencampur antara warna merah dan biru. Â

Setelah diwarnai, baru benang di pintal menjadi kain. Benang-benang yang semula tanpa arti diberi hidup menjadi motif-motif yang memiliki makna oleh tangan-tangan perempuan Sumba yang terampil. Proses pembuatan kain Tenun Sumba membutuhkan waktu 6 bulan hingga 3 tahun karena benar-benar tanpa menggunakan mesin. Kesabaran perempuan Sumba terbayarkan ketika berhasil menyelesaikan satu kain tenun yang indah dan bernilai tinggi.

Selain memenuhi fungsi praktis sebagai bahan pakaian, kain tenun tradisional Sumba Barat juga memiliki makna sosio-religius. Makin banyak jumlah kain yang dimiliki, makin beragam corak dan warnanya, makin tinggi pula kedudukan pemiliknya di mata masyarakat. Kain tenun terbaik selalu dipakai untuk menutupi jenazah sebagai simbol penghargaan kepada almarhum. Begitu juga dengan para pelayat, selalu membawa kain tenun sebagai tanda belasungkawa. Kain tenun adalah simbol budaya yang penting dan digunakan dalam berbagai kesempatan seperti perkawinan, menyambut tamu, permintaan maaf dan lain sebagainya. Â