Tidak setiap saat ada pertandingan Muay Thai besar-besaran di Ayutthaya, beda dengan Bangkok yang punya Stadion Lumphinee untuk menonton Thai Boxing. Namun, Ayutthaya punya kaitan erat dengan kelahiran Muay Thai yang secara historis berakar sejak era kerajaan Siam yang beribukota di Ayutthaya beberapa abad lampau.
Di Ayutthaya setiap tahun tanggal 17 Maret digelar Muay Thai Festival dimana para atlet Muay Thai seluruh dunia datang dan bertanding, dan menggelar upacara mengenang para guru besar Muay Thai. Festival inilah yang dihadiri detikTravel bulan Maret lalu atas undangan Tourism Authority of Thailand (TAT).
Sehari sebelum puncak acara festival saya pergunakan untuk menikmati suasana Ayutthaya dan keramaian di lokasi festival di taman Stadion Phra Nakhon Si Ayutthaya. Cuaca sore itu panasnya bukan main, lapangan tanah merah yang berpasir menghempaskan debu yang ditiup angin.
Namun ratusan pengunjung bergeming, demi menonton pertandingan Muay Thai lintas negara. Ya, lapangan besar di pinggir stadion sudah disulap menjadi arena Thai Boxing outdoor. Ring tinjunya diberi atap tenda yang lebar. Sebagian bangku penonton masuk ke dalam tenda, sisanya panas-panasan di luar.
Sore itu, pertandingan Muay Thai dimulai dari kelas anak-anak. Di Thailand, Muay Thai memang dipelajari sejak usia dini. Bahkan pertandingan anak-anak ini lintas negara juga lho, baik putri maupun putra.
Teng! Teng! Bel berbunyi sebagai tanda pertandingan dimulai. Seorang anak kecil perempuan dari Kanada beradu dengan anak Thailand. Si anak Kanada kalah angka dan keluar ring sambil menangis. Namanya juga anak-anak...
Pertandingan selanjutnya anak kecil dari Inggris bertubuh gempal, mukanya bandel dan galak. Tapi, dia tahu adat istiadat petarung Muay Thai yang melakukan tarian Wai Kru sebagai penghormatan kepada guru, sebelum bertanding. Kemudian petarung mengelilingi ring tinju sambil memegangi tali ring.
Si bocah Inggris ini kalah juga dari lawannya yang asli Thailand. Eh, dia menangis juga. Sepertinya anak-anak memang mudah menangis ya kalau kalah. Nah, pertandingan ketiga baru lebih seru yaitu kelas remaja. Petarung dari Brunei Darussalam melawan petarung Thailand.
Lebih seru, lebih cepat. Kedua petarung bertukar jotosan dan tendangan. Penonton bersorak-sorai apalagi kalau ada petarung yang terjatuh. Kali ini petarung tuan rumah harus mendapatkan kekalahan. Petarung Brunei menang angka dan mendapatkan medali.
Untuk wisatawan yang suka fotografi, ini event yang asyik untuk jeprat-jepret kamera sepanjang pertandingan. Banyak objek foto menarik mulai dari kedua petarung, ekspresi wajah mereka, atau ritual Wai Kru sebelum bertanding. Momen ketika pelatih menyemangati muridnya juga menarik untuk difoto.
Pertandingan terus berlanjut sampai malam dengan petarung-petarung dewasa. Sayang saya tidak menonton sampai selesai. Maklum, perut belum diisi sejak siang. Tempat makan malam dengan menu masakan Thailand di tepi sungai Chao Phraya sudah menunggu kami.
(fay/ptr)
Komentar Terbanyak
Viral WNI Curi Tas Mewah di Shibuya, Seharga Total Rp 1 M
Daftar Negara Walk Out Saat Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB
Perjuangan Palestina Merdeka: 157 Negara Mendukung, 10 Menolak, 12 Abstain