Ayunan Super Unik dari Suku Pedalaman Thailand

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Laporan dari Thailand

Ayunan Super Unik dari Suku Pedalaman Thailand

Khairul Ikhwan - detikTravel
Kamis, 06 Agu 2015 08:50 WIB
Seperti ini tradisi berayun suku Akha (Khairul/detikTravel)
Chiang Rai - Tersembunyi di perbukitan Chiang Rai, Thailand, Suku Akha di Baan Pang Klang tak bisa menepis perkembangan zaman. Namun tradisi main ayunan di tiang bambu tinggi, masih tetap dilakukan orang-orang dewasa di sana.
Β 
Seperti yang terlihat pada penghujung Juli 2015 lalu. Hari itu serombongan pengguna mobil off-road dari Indonesia bersama detikTravel, singgah di desa yang dikelilingi hutan hujan tersebut.

Warga yang sudah menunggu sejak pagi, langsung menampakkan wajah bahagia begitu mobil-mobil mulai memasuki gerbang desa. Beberapa warga yang mengenakan pakaian tradisional warna hitam berikut pernik warna-warni di kepala, leher, tangan dan kaki, langsung bernyanyi dan menari dengan iringan musik perkusi.

Sebagian turis terlihat menikmati sajian tarian selamat datang itu, sementara yang lainnya segera mendatangi penjaja suvenir menawarkan gelang dan manik-manik dengan harga 20 Baht atau sekitar Rp 7.600 per buah.
Β 
Saat bersamaan, warga lainnya mulai bersiap untuk berayun di tiang bambu setinggi 15-an meter. Berayun menjadi bagian dari tradisi Suku Akha. Bambu besar dari hutan di hutan desa ditebang dijadikan tiang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lima bambu dijadikan tonggak, dan mereka mulai berayun. Bukan anak-anak, melainkan orang dewasa, bahkan manula. Sementara satu orang berayun, yang lainnya membantu menarik dengan tali, melambungkan ayunan tinggi ke udara.
Β 
"Berayun seperti ini biasa kami lakukan setahun sekali dalam acara khusus," kata Fame, warga setempat yang juga guide dadakan bagi sekelompok turis.

Berayun atau dzoeuh mah dalam bahasa setempat, merupakan kebudayaan Suku Akha yang dibawa dari daerah asalnya. Dalam perjalanan panjang sejak tahun 1900-an mereka meninggalkan pegunungan Burma yang kini disebut Myanmar, Laos, dan juga Yunnan, China.

Suku Akha bermigrasi karena tekanan perang maupun konflik di tanah kelahirannya, hingga kemudian bermukim di Pang Klang dan sekitarnya. Kini jumlah mereka diperkirakan sekitar 40 ribu jiwa, yang tersebar di sekitar 200 desa di Provinsi Chiang Rai.

Baan Pang Klang sendiri berada di dekat perbatasan Myanmar. Wilayahnya sering menjadi lintasan para penggemar motor dan mobil off-road karena jalan yang masih berupa tanah merah, bukan aspal. Sebagian jalan masih lintasan sungai, dan jika hujan turun jalanan itu menjadi sangat licin.

Tradisi main ayunan itu menjadi salah satu andalan atraksi untuk turis. Warga Akha juga terkesan gembira melakukannya, sama seperti ketika ritual itu mereka lakukan sehabis panen padi. Dengan berayun, mereka merasa lebih bebas, bahagia, lebih merdeka.

(sst/sst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads