Β
Seperti yang terlihat pada penghujung Juli 2015 lalu. Hari itu serombongan pengguna mobil off-road dari Indonesia bersama detikTravel, singgah di desa yang dikelilingi hutan hujan tersebut.
Warga yang sudah menunggu sejak pagi, langsung menampakkan wajah bahagia begitu mobil-mobil mulai memasuki gerbang desa. Beberapa warga yang mengenakan pakaian tradisional warna hitam berikut pernik warna-warni di kepala, leher, tangan dan kaki, langsung bernyanyi dan menari dengan iringan musik perkusi.
Sebagian turis terlihat menikmati sajian tarian selamat datang itu, sementara yang lainnya segera mendatangi penjaja suvenir menawarkan gelang dan manik-manik dengan harga 20 Baht atau sekitar Rp 7.600 per buah.
Β
Saat bersamaan, warga lainnya mulai bersiap untuk berayun di tiang bambu setinggi 15-an meter. Berayun menjadi bagian dari tradisi Suku Akha. Bambu besar dari hutan di hutan desa ditebang dijadikan tiang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Β
"Berayun seperti ini biasa kami lakukan setahun sekali dalam acara khusus," kata Fame, warga setempat yang juga guide dadakan bagi sekelompok turis.
Berayun atau dzoeuh mah dalam bahasa setempat, merupakan kebudayaan Suku Akha yang dibawa dari daerah asalnya. Dalam perjalanan panjang sejak tahun 1900-an mereka meninggalkan pegunungan Burma yang kini disebut Myanmar, Laos, dan juga Yunnan, China.
Suku Akha bermigrasi karena tekanan perang maupun konflik di tanah kelahirannya, hingga kemudian bermukim di Pang Klang dan sekitarnya. Kini jumlah mereka diperkirakan sekitar 40 ribu jiwa, yang tersebar di sekitar 200 desa di Provinsi Chiang Rai.
Baan Pang Klang sendiri berada di dekat perbatasan Myanmar. Wilayahnya sering menjadi lintasan para penggemar motor dan mobil off-road karena jalan yang masih berupa tanah merah, bukan aspal. Sebagian jalan masih lintasan sungai, dan jika hujan turun jalanan itu menjadi sangat licin.
Tradisi main ayunan itu menjadi salah satu andalan atraksi untuk turis. Warga Akha juga terkesan gembira melakukannya, sama seperti ketika ritual itu mereka lakukan sehabis panen padi. Dengan berayun, mereka merasa lebih bebas, bahagia, lebih merdeka.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Viral WNI Curi Tas Mewah di Shibuya, Seharga Total Rp 1 M
Wisatawan Bekasi Dicegat Akamsi Cianjur, Pemkab Jamin Wisata Aman dan Nyaman
Daftar Negara Walk Out Saat Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB