Negara yang Terbungkus Emas Sakral

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Negara yang Terbungkus Emas Sakral

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Sabtu, 27 Okt 2018 21:15 WIB
Foto: (Vivien Cumming/BBC Travel)
Mandalay - Negara ini terkenal dengan emas yang amat disakralkan penggunaannya. Masih dari ASEAN, traveler tahu negaranya?

Melansir BBC Travel, Jumat (26/10/2018), nama negaranya adalah Myanmar yang begitu menyakralkan emas. Dapat ditemui dalam segala hal, mulai dari obat tradisional hingga krim wajah, dan kadang-kadang bahkan ditambahkan ke minuman atau makanan.

Myanmar dikenal sebagai 'negeri emas', karena ketika bepergian ke kota-kota seperti Mandalay dan Yangon, traveler akan mengerti mengapa disebut demikian. Dari langit Anda dapat melihat stupa berlapis emas dan pagoda berkilau yang tersebar di seluruh pedesaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Mandalay Business Forum, ada lebih dari 700 kuil emas di bukit-bukit sekitar Mandalay yang dapat dilihat dari Sungai Irrawaddy. Dan di sekitar Kota Bagan, di sepanjang aliran sungai, ada sisa 2.200 kuil dan pagoda.

Pada puncaknya antara Abad 11 dan 13, Kerajaan Pagan (sekarang dikenal sebagai Bagan) adalah rumah bagi lebih dari 10.000 kuil. Selama waktu inilah agama Buddha berkembang di Myanmar, meski asal muasal agama Buddha sudah ada sejak 2.000 tahun lalu.

 Emas yang disucikan di Myanmar (Vivien Cumming/BBC Travel) Emas yang disucikan di Myanmar (Vivien Cumming/BBC Travel) Foto: undefined

Emas adalah barang suci

Di Myanmar, emas adalah barang suci. Hampir 90% penduduk Myanmar beragama Buddha dan menurut Harvard Divinity School's Religious Literacy Project emas sangat penting bagi mereka karena mewakili matahari yang kemudian dikaitkan dengan pengetahuan juga pencerahan.

Orang-orang Burma membuat persembahan kepada Buddha dengan mendekorasi kuil-kuil di seluruh negeri menggunakan emas. Emas di Myanmar dapat ditemukan dengan mudah dari sungai dan itulah mengapa warganya menyumbangkannya kepada Sang Buddha.

Sumber utama emas ada di tambang dekat Mandalay dan sedimen yang ditemukan di Sungai Irrawaddy dan Chindwin. Orang-orang lokal masih mencarinya secara tradisional meski sudah ada teknologi modern.

Pada prosenya, digunakan bahan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir yang dikeruk dari dasar sungai. Namun bahaya keracunan terjadi yang mempengaruhi populasi ikan juga kerusakan lingkungan dilaporkan Myanmar Times dan dari Independent, sudah ada LSM yang sudah berusaha untuk melindungi praktik penambangan agar tidak melakukan hal ilegal.

 Emas ditambang di Sungai Irrawaddy dan Chindwin (Vivien Cumming/BBC Travel) Emas ditambang di Sungai Irrawaddy dan Chindwin (Vivien Cumming/BBC Travel) Foto: undefined

Suku daun emas dari Mandalay

Di pusat Kota Mandalay ada daerah dengan sebutan suku daun emas. Di mana laki-laki menghabiskan waktunya untuk memalu emas menjadi bentuk daun. Biji emas yang sudah dibentuk lalu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil kemudian para wanita memotongnya menjadi daun untuk dijual sebagai persembahan kepada Sang Buddha.

Para wanita juga menempelkan daun emas ini pada ukiran kayu bergambar Buddha atau hewan seperti gajah yang warna awalnya adalah hitam. Ada pula yang mengaplikasikannya ke pisang hingga kelapa untuk memberikan persembahan kepada roh.

Bahkan ada yang menempelkan emas itu pada diri mereka sendiri menggunakan sebuah lem dari kayu yang dalam bahasa lokal disebut thanakha. Fungsinya sebagai pelindung dari sinar mataharijuga agar kulit lebih berkilau.

Hingga hari ini, emas masih digunakan sebagai mata uang di Myanmar. Dengan ketidakstabilan politik dan ekonomi (terutama krisis Rohingya), emas memang tidak seperti mata uang lokal Myanmar, Kyat.

Menurut penduduk setempat, banyak orang Burma tidak menggunakan rekening tabungan di bank, dan sebagai gantinya membeli emas. Toko emas pun menjamur di sudut jalan bahkan di kota-kota terkecil di sana.

 Aneka ragam penggunaan emas di Myanmar, salah satunya penghias wajah (Vivien Cumming/BBC Travel) Aneka ragam penggunaan emas di Myanmar, salah satunya penghias wajah (Vivien Cumming/BBC Travel) Foto: undefined

Kearifan lokal

Setelah beberapa dekade terisolasi karean penindasan rezim militer, Myanmar kini muncul sebagai tujuan wisata yang terbuka bagi pengunjung. Memberi adalah bagian besar dari budaya Burma, terbukti dari cara penduduk setempat menyambut pengunjung yang menawarkan secangkir teh dan biskuit atau menunjukkan semua makanan yang dapat mereka tawarkan.

Setiap pagi, pukul 04.00, Kuil Mandahay Paya di Mandalay, salah satu kuil paling suci di Myanmar akan penuh sesak jemaahnya. Para biksu melakukan upacara di mana mereka mencuci muka seorang Buddha emas besar.

Jemaah akan membeli daun emas seharga 2.000 kyat setara Rp 20 ribu untuk lima lembarnya di kios-kios sekitar kuil. Mereka berbaris untuk menempelkannya pada Buddha besar sebagai persembahan dan para traveler pun bisa menyaksikannya.

"Kami selalu ingin memberi lebih banyak lagi dan lagi kepada sang Buddha. Kami ingin membangun lebih banyak lagi kuil dan pagoda hingga kami dapat menutupinya dengan emas yang berharga dari tanah kami," kata Sithu Htun, guide lokal yang berasal dari Yangon.


(msl/aff)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads