Di sana dua suku yang sangat berbeda telah belajar untuk hidup berdampingan, seperti dilansir BBC, Selasa (16/7/2019). Kota Sangkhlaburi amat terpencil dan berlanskap perbukitan di Thailand Barat.
Bendungan PLTA pertama Thailand dibangun di sana, selesai pada tahun 1982 untuk memenuhi kebutuhan listrik dan irigasi di Provinsi Kanchanaburi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dua kota menjadi satu
Mereka yang pindah menamai pemukiman baru ini Sangkhlaburi. Kedua suku itu secara kolektif disebut Sangkhlaburi dan hidup di titik di mana Sungai Sangkalia mengalir ke bendungan.
Di satu sisi, penduduk berbicara Bahasa Mon, Karen dan Burma dengan jalan-jalan kecil kampungnya dilapisi bambu tradisional dan rumah-rumahnya pun adalah kayu. Di tepi sungai yang berlawanan didominasi oleh warga asli Thailand yang memiliki wisma dan hotel juga pertokoan.
Beberapa keluarga dari keduanya tinggal di rumah terapung dan mencari nafkah dengan memancing dan budidaya ikan. Seperti pengembara yang mengambang, mereka memindahkan rumah mereka di sekitar waduk saat permukaan air berubah sepanjang tahun.
Menyoal Jembatan Mon, seluruhnya dibangun pada tahun 1986 dengan tangan berbahan kayu jati untuk interaksi bagi kedua komunitas. Tetap tegak tanpa struktur pendukung tambahan, jembatan ini adalah jembatan kayu terpanjang di Thailand dan terpanjang kedua di dunia.
Inilah jalan penghubung antar para pedagang, anak sekolah dan wisatawan untuk menyeberang dari satu sisi kota ke sisi lainnya dengan berjalan kaki.
![]() |
![]() |
Tujuan wisata
Pada tahun 2013, pembangunan pariwisata dimulai dari renovasi jembatan kayu panjang ini yang rusak karena erosi sungai. Hari ini, wisatawan tertarik pada keindahan alam dan arsitektur di sana. Salah satu daya tarik tersebut adalah Vihara Wat Saam Prasob, Kuil Mon yang tenggelam 40 tahun yang lalu bersama Kota Sangkhlaburi setelah bendungan selesai dibangun.
Selama musim kemarau November-Februari, ketika air waduk surut, kuil itu muncul kembali ke permukaan. Di waktu itu, sebuah altar pemujaan sementara didirikan di pintu masuk untuk para jemaah.
Dupa dibakar, doa-doa dilantunkan dan anak-anak Mon ada yang menjual ikan kecil, belut dan kura-kura kepada jemaah lalu melepaskannya kembali ke perairan sebagai tindakan berpahala, sebuah praktik Buddhis di mana orang percaya melakukan perbuatan baik akan membawa mereka lebih dekat ke pencerahan.
Terlepas dari masuknya wisatawan, Sangkhlaburi tetap memiliki kepribadian ganda yang unik. Ada tempat wisata berupa jembatan kayu Mon sangat ikonik yang menjembatani dua suku.
"Perbatasan hanya garis, tidak seperti gunung, tidak sulit untuk dilintasi," kata I Pe Win, yang tinggal di sisi Mon.
(msl/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum