Kisah Negara yang Masih Percaya Voodoo

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kisah Negara yang Masih Percaya Voodoo

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Selasa, 28 Jan 2020 07:45 WIB
OUIDAH, BENIN - Jan 10, 2017: Unidentified Beninese woman with short haircut opens her mouth at the voodoo festival, which is anually celebrated on January, 10th.
Foto: Ritual Voodoo di Benin (iStock)
Porto Novo -

Ada satu negara di benua Afrika yang masih percaya dengan Voodoo dan mempraktikkan ritualnya sampai sekarang. Negara itu bernama Benin.

Benin adalah negara di Afrika bagian barat yang sampai sekarang masih mempercayai dan melestarikan Voodoo. Bahkan setiap tahun, di negara ini digelar Festival Voodoo.

Dihimpun detikTravel dari beberapa sumber, warga Benin menganggap Voodoo sebagai bagian dari warisan tradisi dan budaya sejak berabad-abad silam. Benin bahkan disebut-sebut sebagai tempat kelahiran Voodoo.

Dalam kultur masyarakat Benin, Voodoo adalah sebuah cara untuk berkomunikasi dengan roh leluhur, memujanya, dan menghormatinya sebagai bagian dari alam dan kehidupan manusia. Roh-roh ini dipercaya hidup berdampingan dengan makhluk hidup di dunia.

Dalam Voodoo, para pelakunya harus memiliki rasa kecintaan dan pengabdian yang mendalam terhadap pemujaan roh nenek moyang. Di dalamnya juga terdapat praktek sihir dan ritual penyembuhan yang dipercaya berasal dari Sang Maha Kuasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Negara di Afrika yang Masih Percaya VoodooFoto: iStock


Stigma Negatif

Namun selama ini, Voodoo mendapat stereotip negatif di tengah-tengah masyarakat. Semua itu gara-gara film Hollywood yang banyak mencitrakan Voodoo yang lekat dengan black magic alias sihir hitam.

Di era kolonial Prancis, Voodoo juga dianggap sebagai hal yang tabu dan terlarang oleh para misionaris Katolik. Bertahun-tahun kemudian, saat Benin sudah merdeka, Voodoo juga dinyatakan terlarang oleh Mathieu Kerekou, pemimpin kudeta beraliran Marxist-Leninist saat itu.

Penerusnya, Nicephore Soglo akhirnya mengangkat larangan Voodoo. Tapi tetap saja Voodoo mendapat tekanan, dan kerap diasosiasikan dengan dunia sihir. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda.

Kisah Negara di Afrika yang Masih Percaya VoodooFoto: iStock


Masuknya Agama Baru & Menurunnya Voodoo

Di tahun 2013, para pelaku Voodoo atau disebut Vodounsi, jumlahnya tinggal 11 persen dari keseluruhan populasi penduduk Benin. Sisanya 30 persen adalah pemeluk Islam, dan 25 persen pemeluk Kristen.

Masuknya agama-agama baru membuat semakin menurunnya jumlah pengikut Voodoo. "Ada banyak agama baru yang masuk ke Benin, mereka telah mengubah saudara kami dari kepercayaan yang dianutnya," ujar Raymond Zannou, salah satu penganut Voodoo di Benin.

Kini hanya tinggal generasi tua saja yang mempraktekkan Voodoo. Jumlahnya pun jadi minoritas. Voodoo, aliran kepercayaan asli Benin, terasing di negerinya sendiri.

ADVERTISEMENT
Kisah Negara di Afrika yang Masih Percaya VoodooFoto: iStock


Bangkit dari Kubur

Kini, Voodoo mulai bangkit dari kuburnya. Voodoo tak lagi dimarjinalisasi. Berkat pariwisata, Voodoo kini jadi sebuah ritus budaya, dibuatkan festivalnya dan mendatangkan wisatawan yang ingin menonton festival itu.

Alun-alun kota Porto Novo, ibu kota Benin, yang disebut Oudada, direnovasi besar-besaran. Oudada, jadi simbol bagaimana Voodoo termarjinalkan. Renovasinya pun dikerjakan secara bahu membahu, biayanya pun patungan antar warga.

"Ini adalah identitas kota kami. Oudada membuat ikatan antara orang-orang, di sinilah banyak upacara penting Voodoo terjadi. Jika ia musnah, maka sejarah kota kami akan pergi bersamanya," kata Gerard Bassale, Kepala Asosiasi Kebudayaan setempat.


Raja Te Houeyi Migan XIV, keturunan pemimpin suku di Benin pun menyambut gembira bangkitnya Voodoo di Porto Novo. Begitu pun dengan Mito Akplogan Guin, Pemimpin Tertinggi Voodoo di Porto Novo.

"Katolik, Protestan, Islam, semua leluhur mereka (di Benin) adalah penganut Voodoo. Agama kami tidak akan bisa menghilang hanya dalam sekelebat mata," pungkas Mito.




(wsw/krs)

Hide Ads