China punya sebuah desa yang indahnya bak lukisan maestro. Desa ini begitu spesial karena budaya dan alamnya.
Hongcun adalah sebuah desa kuno bersejarah nan indah yang berada di Distrik Yi, Kota Huangshan, sebelah tenggara dari Gunung Huangshan yang terkenal di Cina. Bersama dengan Xidi, desa ini dimasukkan sebagai UNESCO World Heritage Site pada tahun 2000.
Desa wisata ini juga pernah menjadi latar adegan dari film kungfu terkenal Crouching Tiger, Hidden Dragon dan sering menjadi objek wisata dari lukisan-lukisan China. Penasaran dengan desa indah ini? Mari ikuti ceritaku tentang desa unik ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hongcun berada di provinsi Anhui, China. Untuk ke sini, kamu dapat menggunakan bus jarak jauh atau transportasi mobil sewaan. Tiket masuk area ini seharga sekitar 104 rmb atau sekitar Rp 210.000.
Tiket ini berlaku 3 hari selama tidak keluar dari area ini. Desa ini dikatakan menyerupai seekor banteng dengan Bukit bernama Leigang sebagai kepalanya, 2 pohon sebagai tanduknya dan 4 buah jembatan melewati aliran sungai sebagai kakinya.
Baca juga: Tromso, Kota Bunga di Utara Bumi |
![]() |
Rumah-rumah di area pedesaan menjadi simbol dari badan, sedangkan aliran sungai sendiri merepresentasikan usus. Arsitektur dari bangunan-bangunan di desa ini berasal dari jaman dinasti Ming dan Qing.
Sesampainya di area masuk desa Hongcun, saya disuguhkan pemandangan semacam danau yang berada diarea depan dengan background bangunan-bangunan tradisional Anhui di belakangnya.
Memasuki area desa Hongcun, saya menelusuri jalan-jalan gang batu unik dan menarik dengan kafe-kafe, restoran dan tempat makan di tepiannya, selain itu terdapat berbagai bangunan toko-toko souvenir unik dan penginapan-penginapan dari kelas budget sampai kelas mewah.
Saya memilih sebuah penginapan dari warga lokal disini yang berupa rumah warga yang dimodifikasi untuk digunakan sebagai penginapan. Setelah check in, saya keluar makan malam dan menikmati pemandangan pada malam hari.
Ditengah-tengah desa wisata ini terdapat sebuah kolam yang cukup besar yang dinamakan Kolam Bulan. Pada malam hari, lampion-lampion merah yang menyala dan menjadi penerangan sepanjang jalan memberikan suasana romantis.
Keesokan paginya, aku bangun dan berjalan ke Danau Selatan Nanhu untuk menikmati pemandangan sunrise pada pagi hari. Beruntung pagi itu cuaca cerah, sinar matahari yang kuning menyinari desa ini dengan hangat.
Wow, pemandangan danau pagi hari ini sangat menakjubkan. Air danau yang tenang tanpa gelombang seakan-akan menjadi sebuah cermin yang memantulkan pemandangan bangunan-bangunan rumah tua eksotis dan pepohonan hijau sebagai latarnya. Matahari yang bersinar dengan cerah menambah dramatis pemandangan pagi hari itu.
Aku benar-benar takjub akan pemandangan pagi itu dan segera mengabadikan momen dan mengambil foto-foto. Pemandangan disini rasanya benar-benar seperti di lukisan-lukisan klasik China.
Tiap sudut di sini menyuguhkan pemandangan berbeda-beda yang tidak kalah indah satu sama lain. Udara dan cuaca pagi itu juga cukup sejuk sehingga rasanya segar berjalan-jalan pagi disini. Setelah puas berkeliling area ini, aku menuju destinasi berikutnya: Kolam bulan.
![]() |
Kolam bulan berada di tengah-tengah desa ini dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemukiman tua warga di sini. Kolam ini berbentuk bulan sabit dan digambarkan sebagai bagian perut dari banteng desa ini.
Kamu bisa melihat-lihat pemandangan orang-orang tua yang sedang duduk-duduk sambil mengobrol, para ibu-ibu yang mencuci dan anak-anak yang bermain di sekitar kolam ini.
Di pinggir kolam, aku melihat berbagai makanan kering yang dijemur di atas tampa oleh warga sekitar. Seperti danau selatan tadi, air disini juga tenang sekali dan memantulkan suasana dan pemandangan bangunan sekitarnya. Pemandangan yang tidak kalah menarik!
Puas mengitari area ini, aku kembali melanjutkan perjalanan. Sampai di salah satu ujung desa, aku menemukan dua pohon besar tua yang disebut-sebut sebagai bagian tanduk dari banteng, penggambaran desa ini.
Kedua pohon ini berusia 500 tahun dengan tinggi mendekati 20m. Salah satunya pohon Poplar, dan pohon lainnya adalah pohon Ginkgo. Kembali ke penginapan, aku melewati sebuah areaΓ streetfood dan sekalian sarapan di sini, memesan makanan lokal seperti orang-orang di sini: dimsum, bakpau, cakwe dan semangkok susu kedelai.
Semua disajikan fresh from the oven, asap mengepul dari makanan dan minuman tersebut. Rasa dari makanan-makanan ini pun terbilang cocok untuk lidah orang Indonesia dan cukup enak, walau harus diakui kalau masih lebih enak cakwe buatan orang Indonesia.
Susu kedelainya pun rasanya tawar, tapi ini memang bagian dari kebiasaan orang Cina yang suka susu kedelai polos tanpa gula ataupun bahan lainnya, lebih alami dan sehat.
Siang hari, aku check out dan menyusuri gang-gang jalanan desa wisata di sini. Di beberapa spot, bunga wisteria yang tumbuh subur menciptakan sudut-sudut pemandangan yang indah dan menarik.
Arsitektur bangunan tua disini dengan material dinding putih dan batu yang sebagian sudah memudar dan terkelupas dengan lampion-lampion menggantung juga sangat menarik untuk diabadikan dalam foto.
Ketika tengah hari tiba, aku berjalan ke arah luar desa wisata ini. Tak lama, sampailah pada suatu gang dengan semacam area foodcourt semi outdoor di sini.
Setelah menikmati hidangan terakhir di sini, aku menuju bus untuk pergi ke kota lain. Petualanganku ke Desa Hongcun yang indah ini pun resmi berakhir. Sebuah petualangan yang sungguh menarik.
----
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Satria Gunawan dan sudah tayang di d'Travelers Stories.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol