Uniknya Natal di Jerman, Tak Hanya Dirayakan Umat Kristiani

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Uniknya Natal di Jerman, Tak Hanya Dirayakan Umat Kristiani

Stephanie Tanus - detikTravel
Minggu, 27 Des 2020 11:15 WIB
Mayoritas Warga Jerman Dukung Pembatasan Corona, Tapi Tidak di Masa Natal
Natal di Jerman. Foto: DW (News)
Jakarta -

Natal di Jerman tak cuma dirayakan sebagai ritual keagamaan tapi juga sebagai hari besar nasional. Berbagai umat memeriahkan Natal sebagai wujud toleransi.

Natal memang dikenal sebagai hari raya umat Kristiani ketika Tuhan lahir di dunia sebagai manusia. Hari raya keagamaan ini tentunya disambut oleh berbagai orang yang mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan. Gereja mengadakan perayaan dan berbagai orang datang untuk beribadah.

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa arti Natal telah bergeser. Natal tidak hanya dirayakan sebagai sebuah hari raya keagamaan namun juga sebagai sebuah hari libur nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbagai pusat perbelanjaan pun gencar melaksanakan potongan harga pada masa Natal dan mengeluarkan berbagai produk berbau Natal.

Hal ini juga diiringi dengan budaya tukar kado pada bulan Natal yang menjadi penggerak roda ekonomi di negara yang jelas lebih non-konsumtif dibandingkan negara-negara Asia.

ADVERTISEMENT

Di Jerman, Natal memiliki sebuah esensi yang mungkin sama besar dan pentingnya seperti Idul Fitri dan Lebaran di Indonesia.

Natal merupakan saat ketika semua orang mudik ke rumah masing-masing dan berkumpul bersama keluarga. Natal dijalani dengan semangat kekeluargaan dengan masakan rumah dan pertukaran kado.

Sebagai sebuah negara Eropa yang lebih sekuler dibandingkan Indonesia, Natal dirayakan tidak hanya oleh kaum Kristiani.

Untuk mereka-mereka yang beragama Yahudi, Islam, Budha, Hindu atau bahkan mereka yang ateis dan tidak memiliki agama, Natal merupakan sebuah hari raya kekeluargaan.

Setidaknya seperti itulah Natal yang saya amati di Jerman. Bahkan sesama pelajar Indonesia, terlepas dari agama kami, turut merayakan Natal dengan berkumpul bersama.

Di satu sisi, memang terkesan ironis ketika esensi keagamaan Natal yang suci perlahan tergantikan oleh sesuatu yang lain.

Hal ini juga sejalan dengan menurunnya jumlah warga Jerman yang beragama Kristen dan meningkatnya ateisme di kalangan anak muda.

Namun, di saat yang sama, hal ini membuka jalan bagi sebuah budaya kekeluargaan yang melebihi batasan agama.

Terlebih di masa COVID-19 yang diwarnai oleh keresahan, Natal seharusnya tidak dilihat hanya dengan perspektif komersial, namun dengan semangat kekeluargaan dan persatuan yang menjembatani perbedaan ras, suku dan agama.




(pin/pin)

Hide Ads