Jepang sangat akrab dengan gempa. Apa rahasia Negeri Sakura bisa membuat bangunan rumah dan gedungnya tidak ambrol oleh gempa?
Jepang adalah negara yang terletak di dekat cincin api. Cincin api dunia berada di sekitar lingkar pasifik. Bentuknya seperti sepatu kuda yang mengikuti pelek di Samudera Pasifik.
Selain karena cincin api, Jepang juga berada di atas lempeng Pasifik dan lempeng Laut Filipina. Dua lempeng ini lebih aktif dibandingkan dengan lempeng-lempeng lainnya di bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parahnya lagi, titik-titik gempa Jepang berada di lepas pantai. Sehingga, Jepang memiliki potensi tsunami yang besar.
Tahu diri dan waspada, itulah Jepang. Negara ini sadar betul dengan keadaan geografisnya dan berpikir keras untuk bisa hidup berdampingan. Ini terbukti dengan kemajuan mitigasi bencana saat gempa melanda.
Selain sistem mitigasi yang sudah apik, Jepang juga sudah membuat semua bangunan sedemikian rupa agar tidak mudah ambruk saat gempa.
Baru-baru ini Jepang dilanda gempa dengan magnitudo 7.0, namun fakta menunjukkan bangunan baik-baik saja. Bangunan-bangunan kuno miliknya pun tetap berdiri tegak. Apa sih rahasianya?
Dilansir dari CNN, rupanya sejak dulu Jepang sudah banyak bereksperimen dengan bangunan. Tak hanya ketidakstabilan seismik, curah hujan tahunan pun dihitung dengan detail.
Jepang menemukan cara membangun pagoda melalui tiga perubahan desain, yaitu penggunaan atap lebar dan berat, lantai terputus dan shinbashira alias peredam guncangan.
Curah hujan di Jepang sendiri dua kali lipat dari China. Untuk menjaga air hujan tidak mengalir dari gedung dan ke tanah di sekitar pondasi, para tukang bangunan memperpanjang bentuk atap agar menjauh dari dinding. Ini bisa mencakup 50 persen hingga lebih dari total lebar bangunan.
Tukang bangunan menggunakan serangkaian balok untuk menopang atap yang besar. Kemudian. Untuk mencegah kebakaran parah pada bangunan, bagian atapnya kemudian diisi dengan gerabah yang berat untuk mencegah agar api tidak langsung menyulut struktur kayu di bawahnya.
Kebakaran yang disebabkan oleh sambaran petir menjadi faktor utama hancurnya pagoda, oleh karena itu diletakkan tombak logam besar di bagian atap yang berfungsi sebagai penangkal petir.
Faktanya, hanya ada dua pagoda Jepang dalam 1.400 tahun terakhir, sepasang kuil Todai-ji, yang diketahui benar-benar runtuh karena diguncang gempa.
Atap yang lebar dan berat tidak hanya baik untuk perlindungan kebakaran, mereka juga bertindak sebagai penstabil saat gempa.
Dan bahkan saat gempa besar, struktur atapnya hanya akan menyebabkan bangunan bergoyang dengan lembut.
Pagoda Horyu-ji tidak memiliki balok penahan beban sentral seperti yang Anda lihat pada konstruksi modern.
Karena struktur bangunannya mengecil ke atas, tidak ada balok vertikal penahan beban tunggal yang terhubung ke balok di bawahnya.
Masing-masing lantai itu sendiri tidak terhubung erat, hanya bertumpuk satu sama lain dengan pengunci yang longgar. Ini memungkinkan bangunan pagoda bisa mengikuti goyangan gempa.
Kemudian ada shinbashira. Shinbashira dilakukan agar lantai tidak meregang terlalu jauh. Mirip seperti kolom penahan beban yang besar, tapi shinbashira sebenarnya tidak menopang seluruh bobot bangunan (bobot tersebut didukung oleh jaringan 12 kolom luar dan empat kolom dalam).
Dibangun dari batang pinus besar, shinbashira diletakkan di bagian bawah atap dan digantung di poros tengah bangunan. Kadang-kadang shinbashira terkubur ke dalam tanah, kadang bertumpu ringan di atas tanah, dan kadang-kadang bahkan tidak menyentuh tanah - ia hanya menggantung dengan bebas.
Shinbashira berperan sebagai peredam getaran gempa bumi. Ini juga mencegah lantai bergoyang ke titik runtuh. Teknologi shinbashira yang sama masih digunakan sampai sekarang.
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol