Sebuah pulau terpencil di Estonia, Pulau Kihnu, mayoritas penduduknya perempuan dan menjalankan budaya matrilineal. Padahal, mereka tidak menolak kedatangan pria.
Dikutip dari BBC, seorang perempuan dengan rok warna-warni duduk sendirian di dapur. Di tangannya, terukir kerutan seperti anak sungai dari bahu ke pergelangan tangan. Menjadi tanda pekerjaan berat yang dijalani setiap hari.
Ya, perempuan-perempuan itu melakukan nyaris seluruh pekerjaan sehari-hari tanpa pilih-pilih. Mulai dari bertani, merawat ayam dan domba, membuat pakaian, bahkan memperbaiki traktor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi untuk saat ini, tangan perempuan dengan rok warna-warni itu tengah berfokus pada jarum rajut. Mereka piawai memainkan jarum itu dengan gerakan ritmis. Dia sedang merajut pakaiannya untuk upacara pemakaman.
Baca juga: 10 Fakta Umoja Desa Tanpa Pria di Kenya |
Perempuan-perempuan itu berasal dari Kihnu yang dikenal sebagai Pulau Perempuan, pulau terpencil di Laut Baltik, di lepas pantai barat Estonia.
![]() |
Komunitas ini sering disebut sebagai matriarki terakhir di Eropa. Masyarakat Pulau Kihnu ini didominasi oleh kepemimpinan dan kekuatan para perempuan. Secara turun-temurun, cara Kihnu telah diwariskan melalui garis perempuan.
Para penjaga kebudayaan yang sangat kaya itu kini masuk dalam daftar warisan budaya Unesco.
Ya, para perempuan Kihnu menyeimbangkan tanggung jawab mulai dari menyediakan kebutuhan makan sehari-hari, mengasuh anak, bertani dan beternak, hingga melestarikan warisan tradisi leluhur.
Bukannya menolak kehadiran pria hingga tugas perempuan di Kihnu berkembang melampaui peran gender tradisional dan memasuki setiap aspek kehidupan. Para pria di Pulau Kihnu pergi mencari ikan di laut atau merantau ke luar pulau.
Kekuatan perempuan itu untuk menjalankan seluruh kegiatan sehari-hari tanpa pria dan mempertahankan budaya matriarki tidak lekang oleh cuaca buruk yang sering menghantam dan 50 tahun pendudukan Uni Soviet.
Tapi, kini Pulau Kihnu memiliki tantangan lain. Yakni, merantaunya generasi muda yang mencari lebih banyak peluang di luar pulau sehingga populasinya makin menurun.
![]() |
Meskipun pariwisata musiman tumbuh subur karena para pengunjung yang penasaran untuk belajar tentang kekayaan tradisi Kihnu dan menyediakan jalur kehidupan yang sangat dibutuhkan pulau itu, populasi asli pulau ini terus menyusut seiring bertambahnya usia.
Tetapi dengan setiap pemakaman, dan benang budaya yang terurai merajut baju biru, dalam bukunya Gjelstad menuliskan bahwa budaya matriarki di Pulau Kihnu itu terancam punah.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!