Menurut keterangan Ernawati dari bagian Protokoler KBRI Canberra, Norricih memang terpisah dari rombongan Tupperware lainnya ketika mereka berkunjung ke Queen Victoria Market, dan kemudian karena panik, ketakutan, dan ketidakmampuan berbahasa Inggris, membuatnya terpaksa mencari informasi sendiri, tanpa pertolongan dari orang lain.
"Ketika dia terpisah dari rombongannya, dia kemudian bolak balik ke pasar itu namun tidak bertemu dengan anggota rombongan lain. Nah, satu-satunya informasi yang dimilikinya adalah adalah SMS Blast yang muncul di hpnya yang berisi alamat KBRI di Canberra," kata Ernawati kepada wartawan ABC L. Sastra Wijaya hari Senin (16/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui kesepakatan tersebut, setiap WNI yang baru tiba di luar negeri akan secara otomatis menerima informasi alamat dan nomor telepon kantor perwakilan RI terdekat pada telepon seluler mereka.
Menurut Ernawati, dari penuturan Norricih sendiri yang bersangkutan mengira pada awalnya adalah bahwa Canberra itu tidak jauh dari Melbourne. "Dalam bahasanya dia sendiri dia semula memperkirakan Melbourne-Canberra itu seperti Jakarta-Tangerang lah," kata Ernawati yang menjadi warga Indonesia pertama yang ditemui Norricih di KBRI.
Ketika ditanya mengapa Norricih tidak berusaha menghubungi polisi atau orang Indonesia lainnya selama di Melbourne dan Sydney, dirinya punya alasan tersendiri. Ernawati mengatakan Norricih sudah mendapat wanti-wanti sebelum berangkat ke Australia untuk tidak berbicara dengan polisi ataupun dengan orang asing yang tidak dikenalnya.
"Juga karena keterbatasan bahasa Inggrisnya dia tidak bisa melakukan komunikasi dengan baik," kata Ernawati.
Setelah terpisah dari rombongan itu, Norricih naik kereta api ke Sydney setelah dia menunjukkan kepada petugas penjual karcis bahwa dia ingin ke Canberra. Memang tidak ada hubungan langsung kereta antara Melbourne dan Canberra, kecuali melalui Sydney dan itupun tidak setiap hari.
"Setibanya di Sydney karena tidak ada kereta langsung ke Canberra, Norricih tidur di sekitar stasiun, di taman. Dan di situ, dia sempat berbicara dengan orang dan mengetahui alamat KJRI di Sydney. Namun dia takut untuk mendatangi KJRI, karena tempat tersebut hanya bisa dicapai dengan bis. Dia khawatir akan semakin tersesat lagi karena bis biasanya berhenti di banyak halte," kata Ernawati.
Selama dua malam di Sydney tersebut, Norricih hanya makan seadanya.
"Hari Sabtu dia naik kereta ke Canberra. Setibanya di stasiun, Norricih masih kebingungan bagaimana caranya untuk bisa mencapai KBRI karena tidak ada petunjuk sama sekali. Setelah berkeliling, dia kembali lagi ke stasiun, dia menunjukkan kepada petugas bahwa dia ingin ke "Embassy Indonesia." Petugas kemudian memanggilkan taksi," tambah Ernawati.
Menurut Ernawati, setibanya di KBRI, Norricih kemudian mendapat bantuan staf di sana untuk menenangkan diri. Iapun tinggal semalam di flat KBRI sebelum kemudian diterbangkan keesokan harinya ke Melbourne sebelum pulang ke Jakarta bersama rombongan Tupperware lainnya.
"Kebetulan hari Minggu (15/2/2015) Pak Dubes (Nadjib Riphat Kesoema) juga ada urusan di Melbourne. Jadi Norricih terbang bersama Pak Dubes. Kita semua lega dia berhasil sampai di KBRI. Dari penuturannya selama selama empat hari, Norricih sama sekali tidak makan nasi," tambah Ernawati.
Ketika ditanya mengapa Norricih tidak menggunakan teleponnya untuk menghubungi keluarganya di Indonesia, menurut Ernawati, selama beberapa hari itu, telepon Norricih mati karena kehabisan baterai. "Dia sempat beli charger namun ternyata yang dibeli salah bukannya untuk colokan untuk telepon asal Indonesia, namun kebalikannya," tambah Ernawati.
(shf/shf)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan