Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esthy Reko Astuty mengatakan, banyak marga keturunan Tionghoa berkumpul di saat seperti ini.
"BCW 2019 menjadi atraksi terbaik selama Ceng Beng. Warga perantauan yang kembali ke Bangka bisa berkumpul di BCW. Mereka bisa bereuni dengan warga lainnya dari marga berbeda. Hal ini tentu sesuai dengan tema BCW 2019 sebagai Home Coming," kata Esthy, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/3/2019).
Esthy menambahkan, Bangka memiliki banyak marga keturunan Tionghoa. Dari sekian banyak marga, ada 15 kelompok besar, seperti Marga Bun, Liu, Chin, Ng, Ho, Lim, Thong, Chong, Jong, hingga Bong. Untuk lainnya ada juga Marga Phang, Chai, Lie, Chang, dan Cung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Budaya yang ditampilkan di BCW 2019 sangat lengkap. Budaya Tionghoa, dimunculkan melalui Barongsai. Kehadiran marga-marga keturunan Tionghoa semakin menambah kekayaan BCW ini. Apalagi, mereka memiliki story yang menginspirasi," ujarnya.
Esthy melanjutkan, BCW 2019 juga mengurai marga-marga besar di Bangka, seperti Marga Bun yang dinilai banyak melahirkan cendekiawan. Dalam sejarahnya, marga ini berasal dari Tze Ciang yang hijrah ke selatan Tiongkok khususnya Fu Cian dan Kwang Tung. Ada juga Marga Liu yang memiliki figur besar Dinasti Han melalui Kaisar Liu Bang.
BCW 2019 juga mengenalkan Marga Lim yang banyak melahirkan sastrawan besar. Bangka juga familiar dengan Marga Bong yang berasal dari Provinsi Hu Bei lalu bergerak menuju Tiongkok Tenggara. Ada provinsi yang dituju, seperti Fu Cien, Kwangtung, dan Kwang Xi. Dengan kecerdasannya, marga ini didominasi para ilmuwan dan penemu ilmu pengetahuan baru.
"Marga-marga ini memiliki figur dengan peranan penting di masa silam. Mereka kuat menghiasi sejarah kekaisaran di Tiongkok. Menariknya lagi, mereka juga ikut membangun dan mengembangkan Bangka," papar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani.
Teori marga ini, lanjut Rizki, sebenarnya sangat menarik untuk dikaji. Konsep ini sudah muncul dari 8.000 tahun yang lalu. Waktu itu, marga didasarkan kepada matrilineal. Ada 2 marga, yaitu Xing dan Shi. Model marga ini lalu berkembang pesat dalam era Dinasti Han dan mulai memberlakukan 2 nama, yaitu marga dan karakter pribadi. Baru pada zaman Dinasti Jin orang menggunakan 3 nama karakter.
"Pada bumi belahan manapun, nama menjadi sangat penting. Selain pribadi, nama juga menjadi tanda kelompok sekaligus hubungan kekerabatan. Marga-marga ini membuat BCW 2019 semakin unik," kata Asdep Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional I Kemenpar Dessy Ruhati.
Menurut Dessy konsep marga mengalami perkembangan. Pada zaman dahulu, marga memiliki tingkatannya. Konsep kental berlaku pada masa Dinasti Jin. Sistem marga ini berkaitan dengan konsep feodalisme yang sempat mengakar di Tiongkok.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, masyarakat bisa belajar konsep sosial dalam masyarakat keturunan Tionghoa di Bangka.
"Konsep marga dalam masyarakat keturunan Tionghoa di Bangka bisa menjadi pengetahuan. Sebab, hal ini tidak banyak diketahui khususnya bagi wisatawan dari luar Bangka. Dengan beragam keunikannya, BCW 2019 ini merupakan destinasi terbaik. Atraksinya, aksesibilitas, dan amenitasnya luar biasa," tutup Arief. (prf/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum