Salah satu pilar pariwisata Indonesia, natural dan cultural resources, bahkan menembus 20 besar dunia. Arief juga membawa pariwisata ke tingkat global level hingga sering kali menjadi juara dunia.
"Kalau ingin menjadi Global Player, maka kita harus menggunakan Global Standard. Maka semua kriteria baik, versi Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dengan 14 sub pilar itu kita garap dengan serius," ungkap Arief dalam keterangan tertulis, Selasa (25/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arief menambahkan, pariwisata sudah 4 tahun berturut-turut menjadi leading sector. Hal ini, kata dia, sudah menunjukkan bahwa keseriusan pemerintah dalam menjadikan pariwisata sebagai lokomotif ekonomi Indonesia ke depan dengan sangat serius dan tegas.
"Itu punya bobot penilaian yang tinggi di mata dunia," lanjut Arief.
Ia juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah menjadi endorser berbaik pariwisata Indonesia. Pertama, menurutnya, Jokowi aktif di semua media sosial, mulai dari YouTube, Instagram, Facebook, hingga Twitter. Konten yang paling sering diunggah adalah pariwisata.
"Dan ketika diposting, ratusan ribu orang, bahkan jutaan ikut merespons positif dan berinteraksi di online," ungkapnya.
Alasan kedua, menurut Arief, Jokowi juga sudah mengunjungi destinasi prioritas dan super prioritas berkali-kali. Mulai dari Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Lesung di Banten, Borobudur di Joglosemar, Mandalika di NTB, Labuan Bajo di NTT, Raja Ampat di Papua Barat, sampai ke Morotai di Malut.
"Di Mandalika malah pernah nge-vlog dengan Pak Gubernur saat meninjau Lombok Mandalika," ujarnya.
Arief juga mengatakan Jokowi selalu mengunjungi berbagai event penting seperti Pesta Danau Toba di Sumut, Karnaval Khatulistiwa di Pontianak, Parade Kemerdekaan Pesona Parahiyangan Bandung, Pesta Kesenian Bali di Renon, Denpasar, dan lainnya.
"Presiden Jokowi memang endorser utama Pesona Indonesia dan Wonderful Indonesia," ungkap Arief.
Momentum yang paling terasa adalah ketika Gunung Agung erupsi pada akhir 2017 lalu. Ketika semua panik, dan jumlah wisman ke Bali turun karena travel advice atau travel warning. Bahkan bandara pernah sehari ditutup karena debu vulkanik erupsi dibawa angin ke arah Selatan.
"Menjawab keraguan travelers dari seluruh dunia, Presiden Jokowi justru mengajak Rapat Terbatas Penanggulangan Erupsi Gunung Agung di Bali. Dan setelah acara, beliau jalan-jalan ke Pantai Kuta," tutur Arief.
Dampaknya, lanjut Arief, ketika diunggah di semua channel media, khalayak di seluruh dunia semakian tahu dan yakin bahwa Bali aman dikunjungi sehingga tidak perlu ragu dan khawatir berwisata ke Bali. Arief juga ikut menunjukkan keseruan di pantai bersama para turis yang lain dan semua rombongan. "Sejak itu, kunjungan wisman dan wisnus datang lagi," katanya.
Menurutnya, menjadikan pariwisata sebagai leading sector berarti setiap program pengembangan kepariwisataan yang membutuhkan dukungan kementerian dan lembaga lain wajib di-support. Hal itu juga sudah ditunjukkan dengan spirit Indonesia Incorporated, baik di infrastruktur jalan, bandara, kehutanan, BUMN, dan lainnya. Karena bergerak bersama lintas sektor itu, pariwisata menjadi begitu terangkat hingga dampaknya begitu terasa sampai ke bawah.
Arief juga menuturkan bahwa keseriusan Jokowi dengan membangun Jalan Tol Trans Jawa menjadi kunci penting dalam pengembangan destinasi wisata. Jalan sepanjang 1.167 km itu tersambung dari Jakarta hingga Surabaya dan ke depannya akan diteruskan hingga Banyuwangi. Jalan tol ini pun terintegrasi dengan berbagai bandara hingga pelabuhan di Pulau Jawa. Sekaligus terintegrasi dengan berbagai destinasi yang ada di jalur yang dilaluinya.
Dari sisi branding, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga semakin terkenal di leval dunia sebagai suatu institusi. Lembaga ini bisa merebut The Best Ministry Of Tourism level Asia Pasifik di ajang TTG Travel Awards 2018, lalu The Best Marketing Minister Tourism of ASEAN dari seorang suhu marketing kelas dunia Philip Kotler.
Secara umum, brand Wonderful Indonesia menduduki posisi ke-47 dunia. Daya saing pariwisata Indonesia pada The Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) sempat berada di peringkat 70 pada 2015, namun melesat naik ke peringkat 50, dan meningkat lagi ke posisi 42 pada 2017. Bahkan, The World Travel & Tourism Council (WTTC) menempatkan pariwisata Indonesia dalam 10 besar dunia, tepatnya peringkat ke-9.
Sementara itu, penerimaan devisa pariwisata pun meroket tajam. Pada 2016, devisa pariwisata mencapai US$ 13,5 miliar, hanya kalah dari minyak sawit mentah (CPO) sebesar US$ 15,9 miliar. Lalu pada 2015, pariwisata masih ada di peringkat keempat sebagai sektor penyumbang devisa terbesar.
Di tahun 2017 dan 2018, sumbangan devisa dari sektor pariwisata naik lagi dan tahun lalu tembus US$ 16,11 miliar. Sektor pariwisata Indonesia pun diproyeksikan mampu menjadi penyumbang devisa tertinggi di tahun 2019 untuk menghasilkan sekitar Rp 280 triliun bagi devisa negara.
Sektor pariwisata juga menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019 dan diyakini mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih tersebar di seluruh Indonesia. (prf/mul)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!