"Noken bukanlah tas biasa. Bagi masyarakat suku Hubula dan masyarakat di wilayah pegunungan tengah pada umumnya (Suku Lanny, Suku Yali dan suku Ngalik), noken memiliki nilai adat yang sangat tinggi. Maka sangat wajar jika noken dijadikan sebagai ikon pada pelaksanaan Festival Lembah Baliem ke-30 ini," kata Don dalam keterangannya, Jumat (26/7/2019).
Sementara itu, Kadisbudpar Jayawijaya, Alpius Wetipo mengatakan ada 2 jenis noken yang akan dipecahkan. Pertama adalah Noken Lakulik, sebuah noken yang berfungsi sebagai pembayaran adat. Seperti bayar denda, bayar kepala, bayar mas kawin, bayar duka, atau pun persembahan pada upacara adat bagi yang maha kuasa (Ap tugure).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sendiri telah meninjau kesiapan pembuatan kedua noken tersebut. Untuk Noken Lakulik telah mencapai panjang 22 meter yang dibuat oleh ibu-ibu dari Asitipo. Sedangkan untuk Noken Apugut pengerjaannya telah mencapai 98% yang dikerjakan oleh ibu-ibu perajin di Waga-waga Distrik Kurulu," terangnya.
Noken dalam bahasa suku Hubula di sebut Su atau sebuah harta yang digunakan sebagai nilai kehidupan sosial. Di dalamnya terkandung nilai penghormatan dan juga nilai kekuatan.
Noken atau Su juga dijadikan sebagai dasar alat pembayaran, alat pernyataan kehormatan dan alat persembahan bagi para arwah leluhur atau yang maha kuasa. Noken juga berfungsi sebagai alat kehormatan bagi seorang wanita, harta benda adat yang harus di jaga. Selain itu juga sebagai tempat penyimpanan benda berharga, benda sakral, benda sumber kekuatan dan juga benda kehormatan.
"Noken bukanlah tas biasa. Banyak falsafah yang terkandung di dalamnya. Selain itu, noken pun bisa menjadi sebuah kerajinan yang menarik untuk dijadikan oleh-oleh wisatawan. Dengan diangkatnya kerajinan ini, akan semakin menambah nilai jual noken ke wisatawan. Imbasnya tentu peningkatan perekonomian masyarakat terutama para pengrajin Noken," papar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar, Rizki Handayani.
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Management CoE, Esthy Reko Astuti ikut angkat suara. Menurutnya, Festival Lembah Baliem menjadi sebuah festival yang wajib dikunjungi. Eksistensinya sudah tidak diragukan dan telah dilaksanakan selama 30 tahun lamanya. Bahkan merupakan festival tertua di Papua. Dengan itu dapat dipastikan jika festival ini akan sensasional.
"Tahun lalu, FLB mampu menyedot 3.000 wisatawan, 1.000 di antaranya merupakan turis mancanegara. Ini merupakan bukti betapa bakal menariknya FLB nantinya. Makanya banyak yang beranggapan jika belum ke Baliem berarti belum sah menginjakkan kaki di Papua," kata wanita berhijab itu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun mengungkapkan hal yang senada. Menurut Arief, selama 30 tahun, perjalanan pagelaran budaya ini terus berkembang menjadi ikon pariwisata Papua. Perhelatannya selalu kolosal dan megah dan menjadi buruan wajib traveler dunia. Kehadirannya mampu memberikan gambaran eksotisnya alam serta kebesaran budaya Papua.
(idr/idr)












































Komentar Terbanyak
IKN Disorot Media Asing, Disebut Berpotensi Jadi Kota Hantu
Thailand Minta Turis Israel Lebih Sopan dan Hormat
Wisatawan di IKN: Bersih dan Modern Seperti Singapura, tetapi Aneh dan Sepi