Mendaki Everest: Masuk Rp 500 Juta, Meninggal Rp 200 Juta

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Mendaki Everest: Masuk Rp 500 Juta, Meninggal Rp 200 Juta

Afif Farhan - detikTravel
Jumat, 16 Agu 2019 12:45 WIB
Pendakian ke Puncak Everest (iStock)
Kathmandu - Puncak Everest adalah titik tertinggi di Bumi, impian para pendaki sekaligus tempat paling berbahaya. Mendaki ke sana biayanya mahal, juga kalau meninggal.

Puncak Everest di Nepal masuk dalam rangkaian Pegunungan Himalaya. Punya tinggi 8.848 mdpl, Puncak Everest menjadi mimpi bagi tiap pendaki. Berpijak di sana, bagaikan berdiri di atap dunia.

BACA JUGA: Fakta-fakta Puncak Everest yang Mungkin Belum Kamu Tahu

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, Jumat (16/8/2019) baru-baru ini pemerintah Nepal merencanakan kenaikan tarif masuk ke Everest. Dari seharga 11 ribu USD atau sekitar Rp 159 juta, menjadi 35 ribu USD atau setara Rp 499 juta.

Itu baru tarif masuk, belum ditambah dengan biaya logistik, pemandu dan lainnya. Tentu, harga mendaki Puncak Everest menjadi jauh lebih mahal. Jika dulu tarif masuknya masih 11 ribu USD, biaya yang dijual operator pendakian sekitar 45 ribu USD atau setara Rp 600 jutaan.

Pendakian ke Puncak Everest yang kini sudah padat (CNN)Pendakian ke Puncak Everest yang kini sudah padat (CNN)


Ada banyak alasan mengapa pemerintah Nepal menaikkan tarif masuk. Masalah sampah, padatnya pendaki hingga banyaknya pendaki yang tewas menjadi perhatian serius.

"Kami akan mengubah undang-undang dan peraturan. Kami akan membuat gunung kami aman, dikelola dan bermartabat," kata Menteri Pariwisata Nepal, Yogesh Bhattari.

Selain tarif masuk, persyaratan mendaki Puncak Everest akan diperketat. Beberapa di antaranya seperti pernah mendaki gunung dengan ketinggian 6.000 mdpl, memberikan sertifikat kebugaran fisik dan menggunakan jasa pemandu yang berpengalaman.

BACA JUGA: Mendaki Puncak Everest Kini Seharga Nyaris Rp 500 Juta

Masuk Mahal, Kalau Meninggal Juga Mahal

Sejak dibuka tahun 1960-an, Puncak Everest sudah menarik perhatian pendaki dunia. Namun di balik itu, kepuasan batin mendaki puncak tertinggi di dunia tersebut berbanding lurus dengan kematian.

Tahukah kamu, sudah 300 pendaki tewas saat mendaki Puncak Everest. Suhu yang minus puluhan derajat Celcius, medan es yang sulit, badai salju, frostbite dan cuaca yang sulit diprediksi menjadi tantangan bagi pendaki

Ada wilayah bernama Death Zone, yang berlokasi di ketinggian 8.000 mdpl. Di sanalah, paling banyak ditemukan jenazah para pendaki.

Pendakian ke Everest sungguh berisiko (iStock)Pendakian ke Everest sungguh berisiko (iStock)


Bahkan di awal tahun 2019, setidaknya 11 pendaki tewas saat mendaki Puncak Everest. Di antaranya, 4 pendaki tewas karena kedinginan saat mengantre untuk menuju puncaknya.

BACA JUGA: Apa Bedanya Hipotermia, Frostbite dan Altitude Sickness?

Masalahnya, biaya pengangkutan jenazah di sana pun sangat mahal. Operasi pengangkutan/evakuasi jenazah bisa menghabiskan biaya paling murah 20 ribu USD atau setara Rp 284 juta!

Pengangkutan jenazah di jalur pendakian Everest tidaklah mudah. Tim penyelamat yang dibantu sherpa (suku yang mendiami kawasan sekitar Everest dan sering menjadi pemandu lokal) juga harus mempertaruhkan nyawa.

"Mereka, tim penyelamat harus cukup kuat untuk membawa orang tambahan. Bahkan saat melakukannya, mereka mempertaruhkan hidup mereka," kata Thaneswar Guragai, manajer Seven Summit Treks salah satu operator pendakian di Everest.

Sherpa yang sering dilibatkan dalam operasi pengangkutan jenazah (iStock)Sherpa yang sering dilibatkan dalam operasi pengangkutan jenazah (iStock)


Kebanyakan, para pendaki yang mau ke Everest sudah punya tekad yang bulat. Tekad untuk mendaki puncaknya dan kembali selamat, atau jika meninggal di sana maka jasad tidak bisa kembali pulang ke rumah.




(aff/aff)

Hide Ads