Magelang - Berkunjung ke Desa Bahasa
Borobudur untuk belajar Bahasa Inggris, traveler tidak akan menemukan papan tulis. Ternyata, ada alasan di balik itu.
Kursus Bahasa Inggris di Desa Bahasa, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, traveler tidak akan menemukan
blackboard maupun
whiteboard. Ruang kelas bisa di mana-mana karena metode belajar Bahasa Inggris-nya dan menyenangkan.
Hani Sutrisno adalah salah satu pengajar Bahasa Inggris dengan metode yang mudah dan menyenangkan itu. Semula yang kursus hanya warga dari 7 dusun, Desa Ngargogondo, dan bersifat gratis mulai tahun 2007 hingga 2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan Hani sempat vakum karena tidak ada yang mau meneruskan. Kemudian, didirikan kembali resmi sebagai lembaga kursus Bahasa Inggris sejak 4 Oktober 2012.
Semenjak didirikan sebagai lembaga kursus belajar Bahasa Inggris, siswa maupun orang yang belajar datang dari berbagai kota. Ada yang dari Solo, Jogja, Semarang, Jakarta, Bandung hingga luar Jawa bahkan luar negeri. Bahkan sejak berdiri 4 Oktober 2012 tersebut hingga sekarang telah lebih dari 20.000-an yang belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa.
Foto: Hani Sutrisno (Eko Susanto/detikcom) |
Belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa dengan sangat simpel, dengan mudah dan menyenangkan. Bahkan telah melahirkan sekitar 140 metodologi.
"Alhamdulillah, sampai detik ini, kita bisa menciptakan sekitar 140 metodologi. How to master english ease and fun (Bagaimana cara menguasai Bahasa Inggris dengan mudah dan menyenangkan). Contoh menghafal 16 tenses dengan fun, itu nggak ada di sekolah. Kita ciptakan sendiri karena apa, agar ketika kita menguasai nggak begitu sulit," kata Hani Sutrisno saat ditemui di Desa Bahasa, Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat (29/11/2019).
"Kami ingin, saat ini dengan Mas Nadiem Makarim, Mas Manteri, pola belajar yang aktif. Desa Bahasa adalah sebagai jawabannya. Kami ciptakan ini, ternyata menterinya saat ini juga lagi seperti ini, Insya Allah seperti tumbu dapat tutupnya. Nah, ini kalau dimanfaatkan bisa akselerasi. Akselerasinya gini, yang harusnya sekolahan 3 tahun, 6 tahun disini cukup sebulan, cukup 10 hari. Nggak usah bertahun-tahun, yang 6 tahun, 3 tahun di sekolah SMP, SMA, cukup 1 bulan lebih menang daripada 6 tahun," tutur Hani yang kelahiran 4 Agustus 1974, itu.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Menyinggung perihal nama Desa Bahasa tersebut, kata dia, awalnya diberi nama Padepokan Bahasa. Namun, jika menggunakan nama padepokan erat sekali dengan kesenian.
"Awal mula Desa Bahasa, dulunya Padepokan Bahasa. Tapi ketika Padepokan Bahasa, saya lebih ke ekstrem hampir sama dengan kesenian, terus saya mau bikin tentang lembaga kursus. Kalau lembaga kursus lebih ke orentasi ke profit. Lha saya mau mengangkat ke desa waktu itu, Desa Bahasa, bukan Desa Inggris. Tapi waktu itu kan, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Jepang, Bahasa Jawa. Lagi jalan Bahasa Inggris, Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa," kenang Hani.
Namun seiring berjalannya waktu, kata Hani, mengumpulkan seluruh perangkat desanya. Kemudian keberadaan Desa Bahasa yang ada tersebut agar pengelolaan yang dilanjutkan, namun tidak ada yang mau.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Bahkan pada tahun 2007, Desa Bahasa ditutup karena tidak ada yang mengelola dan saat itu yang kursus warga Desa Ngargogondo dan bersifat gratis. Kemudian, kembali didirikan lagi pada 4 Oktober 2012, untuk itu, keberadaan Desa Bahasa dipertahankan hingga sekarang.
"Alhamdulillah saya buka lagi di sini Desa Bahasa, recovery lagi, bangkit lagi, hidupkan lagi sehingga sekitar 5 tahun kita betul-betul mati suri, nggak ada kegiatan. Mulai tahun 2007 sampai 2012, betul-betul akhirnya saya kembali lagi kesini, saya buka lagi cuma ada perubahan saya nggak seperti dulu lagi. Kalau dulu kan hanya untuk warga sekitar sini, gratis total.
Lha dari situlah, akhirnya tetap social is social, bisnis is bisnis, maka ketika orang kampung, orang Desa Ngargogondo gratis untuk pendidikannya, bukunya tetap bayar, untuk pendidikannya gratis 100 persen, tapi dengan syarat dia tinggal di Ngargogondo, dia KTP Ngargondo. Kalau dari luar Desa Ngargogondo, bayar. Alhamdulillah sekarang ada yang dari Arab, Jepang," ujar suami dari Ani Faizah.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Perihal konsep belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa, kata dia, ruang belajar dibuat yang menyenangkan sekali. Bahkan, akan sulit menemukan blackboard dan whiteboard.
"Saya menghilangkan rasa jenuh, rasa takut, rasa tidak suka, stres, galau segala macem dalam waktu bicara Bahasa Inggris. Karena 95 orang, yuk kursus Bahasa Inggris, takut. Entah anak-anak, orang tua, nggak mau, tapi bagaimana yuk ke Desa Bahasa, miniatur surga pendidikan. Nah ini sebagai embrio atau sebagai presentasi dari pada miniatur surga pendidikan," kata Hani, ayah dari Lady Hanifa (13), Kyosaki Shihab (12), dan Ghozali Al Ashari.
"Oh, ini bukan kursus, ini vila. Ini bukan kursusan, ini taman wisata. Ternyata ini kelas, ini kelas. Dan mereka nggak bisa menemukan whitebord dan blackboard disini, kecuali di kantor hanya untuk papan pengumuman whiteboardnya. Kalau untuk belajar tidak ada, ada bisa cari sendiri untuk belajar, sini untuk belajar, di pendopo itu untuk belajar, nggak ada yang namanya whiteboard dan blackboard karena apa karena bicara aktif. Saatnya kita belajar Bahasa Inggris aktif nggak usah banyak rumus-rumusan," kata dia.
Lanjut Hani menuturkan, belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa dengan inovasi dan kreativitas untuk lebih menyenangkan. Hal tersebut yang ditonjolkan.
"Belajar kok di gedung begini, di kursi, butuh waktu lama lagi, itu udah nggak zamannya lagi, maka saya ingin ini sebagai kontribusi salah satu bagian dari pembangunan Indonesia," kata Hani yang alumni IKIP PGRI Wates, Kulon Progo, itu.
Salah satu yang belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa yakni Abdul Aziz (20) dari Arab Saudi. Ia sudah sebulan, kemudian meneruskan lagi untuk belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa.
"Saya kesannya senang, belajar Bahasa Inggris disini menyenangkan," katanya.
Hal senada disampaikan Rizal A (21), dari Kabupaten Karanganyar.
"Belajar Bahasa Inggris di Desa Bahasa senang, nggak sepaneng, mudah dimengerti," ujar dia yang mengambil paket satu bulan, itu.
Selain itu, di Desa Bahasa dilengkapi dengan wisata edukasi. Terdapat pula homestay, kemudian ada tempat spot selfie yang instagramable. Pengunjung juga bisa berselfie dengan foto Presiden Joko Widodo (Jokowi), ada terapi ikan, bermain dengan kelinci maupun lainnya.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol