Dua kementerian kabinet Indonesia Maju membuat keputusan berbeda tentang ojek online. Kementerian kesehatan melarang ojol mengangkut penumpang, namun Kementerian Perhubungan mengizinkan, mana yang harus ditaati?
Kementerian Perhubungan seolah mementahkan keputusan Menkes tentang ojol mengangkut penumpang saat pandemi virus Corona. Itu setelah Kemenhub merilis Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Beleid itu ditandatangani oleh Menteri Perhubunga Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan.
Bahkan, permenhub itu memiliki dua poin yang bertentangan tentang ojol mengangkut penumpang. Yakni, pada pasal 11 butir c dan butir d.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pasal 11 ayat 1 butir c tegas berbunyi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
Tapi, dalam butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
Selain itu, diperolehkannya ojol mengangkut penumpang bertentangan dengan Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang sudah lebih dulu terbit. Dalam permenkes itu dinyatakan bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.
Awalnya, DKI Jakarta, yang telah menerapkan PSBB, berharap ojol tetap bisa mengangkut orang, namun kemudian patuh untuk mengikuti permenkes nomor 9 itu. Begitu pula dengan operator ojol. bahkan, aplikasi ojol telah menghapus fasilitas mengangkut orang untuk sementara.
Menilik kampanye #jagajarakdulu lewat social distancing atau physical distancing untuk mencegah penyebaran virus Corona, pengemudi ojek daring membawa penumpang itu. Sebab, berboncengan di atas sepeda motor dinilai tidak memungkinkan hingga jarak lebih dari 1 meter.
Baca juga: Imbas Wabah Virus Corona, Kas AirAsia Keok |
Keputusan berbeda dari dua kementerian itu membuat pemerhati transportasi, Djoko Setijowarno, heran. Dia menilai permenhub itu muncul untuk mengakomodasi kepentingan bisnis semata.
"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?" kata Djoko dalam keterangan tertulis menanggapi permehub itu.
"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," dia menegaskan.
"Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya," dia menambahkan.
Secara tegas, Djoko meminta agar permenhub itu dicabut.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan