Industri Wisata Selam Mati Suri, Ada Dukungan Serupa Ojolkah dari Pemerintah?

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Industri Wisata Selam Mati Suri, Ada Dukungan Serupa Ojolkah dari Pemerintah?

Femi Diah - detikTravel
Kamis, 16 Apr 2020 21:41 WIB
Founder Global Dive Center, John E Sidjabat
Pemilik Global Dive Center, John E Sidjabat (dok. pribadi)
Jakarta -

Industri selam di Indonesia mati suri setelah dihantam virus Corona. Pendiri Global Dive Centre, John E. Sidjabat, berharap ada perlakuan serupa pengemudi ojek online kepada pemandu selam.

Indonesia memiliki nyaris 6.000 pemandu selam dan snorkeling. John, yang menjabat sebagai Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI), menyebut industri itu nilainya mencapai Rp 300 triliun dalam setahun.

Tapi, munculnya wabah virus Corona telah mematikan industri selam. Tak ada turis, tempat wisata pun ditutup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Global Dive Center, yang memiliki 12 pekerja, pun tak berkutik. Kondisi keuangan dan jumlah karyawan diprediksi Global bertahan hingga enam bulan ke depan.

"Untuk wisata selam sudah hancur-hancuran, drop sampai nol. Hanya course diving yang masih jalan karena bisa dilakukan secara online," kata John yang dihubungi detikTravel, Kamis (16/4/2020).

ADVERTISEMENT

"Memang sudah semestinya setop dulu agar yang dari pulau jangan ke Jakarta, begitu pula sebaliknya yang dari Jakarta jangan ke pulau. Hanya orang dengan KTP pulau yang bisa berada di pulau. Itu agar COVID-19 enggak meluas," pria yang juga Instructor Trainer Professional Scuba Schools (PSS) itu menambahkan.

Dengan mati surinya industri wisata diving, John berharap campur tangan pemerintah terhadap nasib pemandu wisata selam dan snorkeling.

"Kami sedang mendiskusikan dengan 12-13 grup di bawah PUWSI. Sebagai gambaran, jika dibandingkan ojol yang menurut data ada 130 ribu pengemudi menghasilkan Rp 130 triliun per tahun, dengan jumlah pekerja yang lebih sedikit pemandu selam dan snorkeling bisa menghasilkan Rp 300 triliun. Jadi, jangan diabaikan," kata John yang akrab disapa BJ itu.

"Tawaran kartu pra kerja sudah kami respons, tapi saya menanyakan dana Rp 1,6 juta untuk pelatihan. Apakah saat ini pelatihan itu tepat karena mereka ini pekerja profesional yang sudah berpengalaman dan situasinya lebih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan," ujar John.




(fem/ddn)

Hide Ads