Berada di satu tempat asing harus ada aturan dan etika. detikTravel berbincang bersama Harley Sastha, pendaki gunung sekaligus penulis buku Mountain Climbing for Everybody. Dia mengungkapkan bagaimana tata krama dan etika untuk naik gunung. Menurutnya, ada satu pegangan yang sangat penting diketahui oleh semua orang, termasuk pengelola, pendaki dan masyarakat setempat.
Mungkin banyak yang sudah kenal dengan istilah Leave No Trace atau Jangan Tinggalkan Jejak (saat di gunung). Tapi berapa banyak yang tahu mengenai isi dari istilah tersebut? Ini adalah pedoman yang dibuat oleh lembaga nasional AS, National Outdoor Leadership School (NOLS). Awalnya untuk digunakan sebagai pedoman di hutan hujan Amerika Latin. Tapi, bisa juga diaplikasikan di alam Indonesia.
"Jadi ada 7 poin penting yang harus diketahui sebagai etika saat naik gunung," ujar Harley kepada detikTravel yang ditulis Kamis (28/5/2015). Apa saja?
1. Persiapan & perencanaan ke depan
(Thinkstock)
|
"Pastikan juga kita punya keterampilan dan peralatan untuk berkegiatan di sana," lanjut Harley.
Bukan berarti naik gunung yang hanya 1-2 jam bisa menyepelekan dan tak menggunakan peralatan gunung. Karena jika tidak, bisa terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
2. Hormat dan sopan terhadap orang lain dan alam
(Thinkstock)
|
"Hormati kualitas pengalaman dan pengetahuan mereka, misal ada yang punya pengetahuan lebih banyak mengenai mountaineering, hormati saja," kata pria mantan anggota Aku Cinta Indonesia detikcom 2010 tersebut.
Pria yang sedang menulis buku tentang Gunung Tambora ini juga menambahkan bagaimana bersikap selama di jalan. Jangan beristirahat di tengah jalur karena akan menyusahkan mereka yang ingin lewat.
"Yang penting juga, hormati warga sekitar. Kalau lewat ladang bilang permisi, kalau ada pagarnya jangan lupa ditutup lagi, hormati adat istiadat yang berlaku di sana," lanjutnya.
Selain terhadap orang lain, juga terhadap alam. Harley menganggap dirinya sebagai tamu saat mengunjungi hutan atau gunung. Oleh karena itu, ia selalu mengucapkan salam saat memasuki area-area tersebut.
"Kalau jadi tamu kan kita harus mengucap salam. Saya pun begitu, siapapun yang jawab, setidaknya saya sudah menghormati alam dan apa saja yang ada di sana," katanya.
3. Menghormati kehidupan liar
(Thinkstock)
|
Menurutnya, perubahan perilaku hewan merupakan salah kita, manusia. Maka dari itu, jangan memberi makan hewan yang ditemui. Juga jangan membuang sampah makanan sembarangan karena bisa dikonsumsi para hewan dan jadi bahaya.
"Kalau ada suara-suara alam, termasuk dari hewan, jangan malah berisik. Hargai apa yang ada di dalam dengan tidak mengeluarkan polusi suara berlebihan," tuturnya.
4. Berjalan & berkemah di permukaan tanah yang baik dan keras
(Thinkstock)
|
"Kalau sudah ada jalur dan area camping yang jelas, ya sudah di sana saja. Tak perlu buka jalur, atau mencari area lain yang bukan kawasannya," ujar pria yang juga menulis buku Tarian Sang Kembara ini.
Membuat kemah pun ada aturannya. Menurut Harley, hindari membuat kemah terlalu dekat dengan sumber air. Hewan liar juga butuh air untuk minum.
"Sumber air kan bukan cuma untuk manusia. Juga untuk hewan yang tinggal di sana. Kalau terlalu dekat, dan ada manusia yang masih bangun, hewan otomatis takut mendekat. Berarti mereka kehausan, berarti mereka puasa. Kasihan kan? Dirikan tenda minimal 5-8 meter dari tepian sumber air," kata Harley.
Salah satu contohnya adalah di Danau Segara Anak, Rinjani. Banyak yang sengaja membuat tenda dekat danau demi pemandangan indah. Padahal yang seperti itu malah menyiksa hewan sekitar.
5. Biarkan apa yang dilihat dan ditemukan
(Thinkstock)
|
Sebagai tamu, para pendaki sudah seharusnya tidak merubah apapun yang ada di hutan atau gunung. Cukup lihat, kalaupun menarik, boleh foto saja. Jangan menyentuh apalagi merubahnya.
"Juga kalau bertemu tumbuhan yang menarik, tak usah ditarik-tarik apalagi dipetik. Lihat dan foto saja. Cukup," lanjutnya.
Tambahan dari Harley, jangan membawa hewan atau tumbuhan yang bukan habitatnya. Jangan menanam atau membawa hewan dari rumah dan melepasnya di hutan atau gunung. Karena belum tentu itu habitat yang tepat untuk mereka.
6. Membuang limbah dengan benar
(Thinkstock)
|
Oleh karena itu, ketahui bagaimana membuang limbah yang benar. Mulai dari kotoran sendiri hingga sisa makanan. Jika ingin buang air besar, agak menjauh, gali dengan kedalaman sekitar 10 cm dan jangan lupa diuruk lagi.
"Limbah sampah juga jangan dibuang sembarangan, bawa pulang lagi. Yang organik bisa ditimbun di tanah," kata Harley.
7. Minimalkan efek penggunaan api
(Thinkstock)
|
Misal tidak ada hal yang sangat mendesak, atau ada yang sakit, tak perlu menyalakan api unggun. Toh memasak sekarang sudah bisa pakai kompor dan banyak yang bawa kompor.
Kenapa jangan api unggun? Karena banyak pendaki yang enggan mencari batang pohon dan memilih menebang pohon terdekat. Padahal itu merupakan tindakan yang sangat berdosa.
"Kalau mau bikin api unggun, pakai ranting atau batang pohon yang sudah jatuh dari pohonnya," lanjutnya.
Juga, banyak yang tidak sadar bagaimana menyalakan dan mematikan api unggun dengan benar. Itu yang bahaya.
"Harus mematikan bara sampai benar-benar jadi abu. Jadi jangan main tinggal saja," tutup Harley.
Halaman 2 dari 8
Komentar Terbanyak
Bus Pun Tak Lagi Memutar Musik di Perjalanan
Ogah Bayar Royalti Musik, PO Bus Larang Kru Putar Lagu di Jalan
Hotel di Mataram Kaget Disurati LMKN, Ditagih Royalti Musik dari TV di Kamar