Ini adalah hari ke-8 Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015 tanggal 22 Agustus 2015. Kami berada di dalam rimba Papua antara Ugimba menuju tempat bernama Tambua di hulu Sungai Kemabu.
Selain para porter, beberapa masyarakat dari Desa Ugimba yang kebanyakan para pria, menemani tim Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015. Tugas mereka adalah membuka jalan dan berburu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kanguru pohon merupakan sub-spesies yang bernama Dendrolagus dorianus. Bagi masyarakat Papua sendiri, mereka menyebutnya dengan nama Domea. Kanguru pohon ini, habitatnya kebanyakan di hutan sekitar Desa Ugimba.
Sesuai namanya, hewan tersebut menetap di pepohonan yang tinggi. Mereka lebih aktif di malam hari, untuk mencari makan berupa daun dan buah-buahan. Sedangkan siang hari, mereka tidur di dahan-dahan pohon.
Kanguru pohon memang mirip dengan kanguru yang ada di Australia sana. Hanya saja, ukurannya lebih kecil dan badannya terlihat lebih tambun. Satu lagi, ciri khasnya yakni memiliki cakar yang kuat dan tajam supaya bisa kuat mencengkram batang pohon.
Di Indonesia, kanguru pohon cuma bisa ditemukan di Papua. Maka dari itu, kanguru pohon masuk dalam daftar hewan langka yang ternyata populasinya terancam punah. Sebab, diburu oleh manusia.
Tim jurnalis melihat para pemburu Desa Ugimba melepaskan anjing buruan yang pandai mengendus kanguru yang bersembunyi di pohon. Dor! Sungguh kasihan, kanguru pun ditembak. Kanguru kemudian dimakan dengan cara bakar batu, yaitu dipanggang di atas batu panas.
Melihat kondisi ini sungguh dilematis. Warga berburu bukan untuk kesenangan atau mencari hewan peliharaan, melainkan untuk makan dan bertahan hidup. Namun yang diburu adalah hewan langka dan kebiasaan ini sudah turun temurun. Kami mencoba memberitahu bahwa kanguru pohon terancam punah, jawaban mereka pasti seperti ini.
"Ini masih banyak di dalam hutan. Kami sudah biasa makan," ujar salah seorang pria dari mereka.
Jika mau mencegah, alangkah baiknya terdapat konservasi satwa di Papua. Asal tahu saja, sampai saat ini belum terdapat konservasi satwa atau sejenisnya di Bumi Cendrawasih tersebut.
Masyarakat Raja Ampat saja sudah belajar bahwa hiu hidup jauh lebih berharga untuk pariwisata daripada hiu mati. Saatnya warga Ugimba juga belajar, kalau kanguru pohon yang hidup juga lebih bernilai dan bisa menyejahterakan mereka lewat pariwisata juga.
Butuh proses edukasi dan tentunya transisi dari kebiasaan mengonsumsi daging kanguru menjadi yang lainnya. Tetapi apa? Itulah pekerjaan rumah untuk banyak pihak.
"Sampai sekarang belum ada konservasi satwa di Papua. Ini sedang kami canangkan dan akan kami buat. Supaya, masyarakat bisa lebih tahu dan kita pun bisa melindungi hewan-hewan di sini," ujar perwakilan dari Yayasan Somatua, Rini Indyastuti, yang diwawancara terpisah usai pendakian di Timika.
Malam itu, saya tidur dengan perasaan gundah gulana mengingat kanguru yang diburu tadi. Di hutan rimba Papua, rantai makanan tertinggi ternyata adalah manusia. Please, jangan makan lagi kanguru pohon...
(rdy/Aditya Fajar Indrawan)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Skandal 'Miss Golf' Gemparkan Thailand, Biksu-biksu Diperas Pakai Video Seks