Ia mencontohkan Angkor Wat yang pembangunan kepariwisataannya dilakukan dengan satu manajemen atau single management. Hasilnya setiap tahun Angkor Wat dikunjungi 750 ribu wisman. Selain itu Georgetown di Penang, Malaysia, memberlakukan konsep yang serupa.
"Maka pengelolaan Bali pun harus dilakukan oleh single management. Dengan demikian diyakini target 20 juta wisman pada 2019 mendatang relatif mudah dicapai," ucap Arief dalam keterangan tertulis, Jumat (24/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan konsep tersebut, Bali akan diposisikan sebagai satu destinasi. Sebab menurut Arief, pada industri pariwisata batas-batas geografis atau administrasi pemerintahan kurang relevan untuk dijadikan acuan dalam pengembangan destinasi pariwisata.
"Jangankan hanya batas-batas administrasi pemerintahan tingkat kota atau provinsi, ASEAN saja sudah membuat program ASEAN as a single destination karena menyadari bahwa saat ini tidak hanya persaingan antar negara, tetapi sudah terjadi persaingan antarkawasan regional," imbuhnya.
Menurutnya, jika berbicara mengenai pengembangan pariwisata Bali, maka tidak bisa lepas dari delapan kabupaten dan satu kota yang mengelilinginya. Itu artinya, ada satu mata rantai aktivitas di mana ada fungsi kewenangan dan regulasi. Ia mengatakan harus ada koordinasi di antara semua pihak yang berwenang.
"Dalam hal ini ya delapan kabupaten dan satu kotamadya tadi. Pasti sangat sulit satu destinasi dikelola oleh delapan bupati dan satu walikota. Keterkaitan dan keterhubungan antardaerah harus selaras agar target 20 juta kunjungan wisman 2019 lebih mudah dicapai," ungkap Arief.
Konsep satu manajemen sendiri diulas dalam diskusi pariwisata bertajuk New Bali-One Island One Management di Ruang Gallery Griya Santrian Hotel-Sanur, Kamis (23/8).
Dalam kesempatan tersebut Gubernur terpilih Bali, I Wayan Koster mengatakan bahwa konsep satu manajemen ini akan menjadi solusi atas ketimpangan pariwisata di Bali.
"Ini solusi untuk mengatasi pembangunan Bali yang masih timpang," ucapnya.
"Kami ingin membangun Bali ini terintegrasi, satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu kebijakan dan satu tata kelola," imbuh dia.
Koster menjelaskan, dalam pemerintahan daerah koridornya adalah UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, terdapat kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Sementara menurutnya, tekanan otonomi berada di tingkat kabupaten.
Regulasi ini, menurutnya, mengakibatkan kabupaten berjalan sendiri-sendiri, padahal kemampuan masing-masing kabupaten berbeda-beda. Meski ada undang-undang pemerintahan daerah yang mengatur kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota, konsep itu tetap bisa dijalankan dengan pola satu jalur.
"Kalau pemimpinnya bisa mengarahkan kebijakan menjadi satu kesatuan, itu bisa dilakukan. Kalau satu jalur, Bali ini indah," pungkas dia. (mul/ega)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda