Sutopo Cerita Bule Menikah Saat Gunung Agung Bali Erupsi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sutopo Cerita Bule Menikah Saat Gunung Agung Bali Erupsi

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Rabu, 24 Okt 2018 16:50 WIB
Ilustrasi prewedding saat gunung erupsi (Sutopo Purwo Nugroho/Twitter)
Jakarta - Bencana alam tak ada yang bisa membendung kedatangannya. Namun, jika dimengerti ada potensi wisata yang luar biasa saat kejadian hingga setelahnya.

Hal itu diungkapkan oleh Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam FGD Penanganan Gerakan Jurnalisme Ramah Pariwisata di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, Rabu (24/10/2018). Salah satunya saat ia menerima pesan langsung di Twitter dari orang berkewarganegaraan Jerman.

"Saya berikan pesan positif di dalam erupsi Gunung Agung. Saya di DM (direct message) orang Jerman. Dia itu akan menikah di Ubud. Tapi ia tahu bahwa ada erupsi maka bertanya tentang keamanannya dan saya jawab, aman!" kata Sutopo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum menjawab aman atau tidaknya, Sutopo sudah melihat lokasi pernikahan bule itu melalui peta. Ia menganggap abu vulkanik bergerak ke arah lain dan tergantung angin juga saat itu Ubud aman dikunjungi.

"Nikahnya sukses. Kalau dia hanya mengacu ke media di luar saya pikir tidak akan jadi ia menikah di Ubud. Ia itu mengundang ratusan temannya yang berasal dari Jerman dan kerabat istrinya yang berasal dari Amerika," jelas Sutopo.

Di sisi lain, Sutopo masih mengeluhkan pencatatan yang tidak rapi dalam kawasan pariwisata. Contohnya saat gempa melanda gili-gili Lombok.

"Di data base di suatu destinasi juga nggak bagus. Seperti gili dikabarkan 1000 saja yang ingin nyebrang tapi ternyata ada 8381 wisman dan warlok. Mereka terkena hoax gempa dan tsunami yang lebih besar," kata Sutopo.

Maka dari itu, BNPB juga pemerintah terus berupaya memberi informasi yang faktual juga cepat. Karena, yang menantikannya tak hanya orang Indonesia saja.

"Kesimpulannya destinasi unggulan perlu dikembangkan mitigasi, sebelum, saat hingga pasca bencana. Karena pariwisata Indonesia amat rentan. Kalau nggak disiapkan ya pasti kerugiannya besar," jelas dia.

Selanjutnya dari pihak media haruslah meniru negara-negara lain yang mampu memberi kabar sejuk walau terkena bencana. Di Jepang, kata Sutopo, begitu tsunami menerjang dilarang memberikan informasi yang mengerikan.

"Informasinya soft saja. Para ahli dilarang memberikan statement di media karena bahasanya akan sulit dimengerti masyarakat awam," pungkas dia. (rdy/rdy)

Hide Ads