Konsep Desa Wisata menjadi sinergi besar antara Kemenpar dan Kemendes PDTT. Hilirnya optimalisasi potensi desa bagi kesejahteraan masyarakatnya. Penguatan dan konsep pemanfaatannya telah diberikan Kemenpar melalui Bimtek di Kabupaten Toba Samosir dan Humbang Hasundutan pada 17-18 Mei 2019.
"Dana desa bisa mendorong pengembangan desa wisata. Jumlah yang dialokasikan pemerintah pun optimal tiap tahunnya. Investasi ini bahkan bisa memberikan keuntungan melalui aktivitas pariwisata. Apalagi, potensi alam dan budaya desa di sekitar Danau Toba sangat bagus," ungkap Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggaran dana desa pada 2018 pun naik signifikan 72,9% dari tahun sebelumnya. Sebab, pemerintah total menyediakan dana Ddesa Rp 60 triliun pada 2016. Rata-rata setiap desa hanya menerima alokasi dana Rp 800,4 juta. Adapun tahun 2016, setiap desa mendapatkan bantuan Rp 643,6 juta. Menariknya, jumlah ini juga naik signifikan 126% atau surplus Rp 26,22 triliun dari tahun 2015.
"Optimalisasi dana desa untuk pengembangan desa wisata sangat mungkin. Sebab, ada banyak aspek mendukung. Pemanfaatan dana ini untuk desa wisata tentu menjadi bagian kolaborasi besar Kemenpar dengan Kemendes PDTT," jelas Dadang.
Seiring peningkatan anggarannya, jumlah desa penerimanya juga bertambah. Pada 2017, total terdapat 74.954 desa di seluruh Indonesia yang menerima dana desa. Jumlah tersebut pun surplus 200 desa dari penerima tahun 2016.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar Lokot Ahmad Enda mengatakan optimalisasi dana desa bisa dilakukan pada destinasi di kawasan Danau Toba.
"Sama seperti wilayah lainnya, kawasan Danau Toba sangat ideal bagi penanaman investasi dari dana desa. Desa-desa di sana memiliki potensi khas berupa alam, budaya, dan manmade-nya. Jika digunakan untuk bisnis, bisa jadi dana tersebut akan berkembang," kata Lokot.
Secara prinsip, penggunaan dana desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Konsep penyelenggaraannya secara swakelola. Desa wisata merupakan pengaplikasian riil dari dana desa karena ada pengembangan produk handycraft, pelatihan guide dan bahasa asing, serta Pembangunan Pusat Informasi Turis.
Lebih luas, dana desa juga bisa dikembangkan jadi konsep industri. Kanalnya melalui pengembangan ekonomi kreatif desa seperti souvenir dan restoran. Dana itu pun masih terbuka bagi pengembangan infrastruktur pendukung jalan dan jembatan desa. Lokot menambahkan, alokasi penggunaan dana desa sesuai dengan pilar pendukung pariwisata.
"Realisasi pengaplikasian dana desa sangat sejalan dengan pariwisata. Sebab, semuanya mendukung. Dana desa juga sudah terserap dan diaplikasikan dengan baik di sekitar kawasan Danau Toba. Sekarang tinggal prioritasnya yang harus dibicarakan lebih lanjut. Harapannya, dana desa itu menyentuh banyak aspek dan lebih memberi kesejahteraan langsung bagi masyarakat," lanjut Lokot.
Mengacu aktivitas tahun 2017, prioritas penggunaan dana desa terbagi menjadi dua. Pertama, pengembangan produk unggulan desa dan produk unggulan kawasan perdesaan. Kedua, BUMDesa dengan hasil 6 elemen. Ada peningkatan kapasitas manajerial, perluasan akses pasar, dan penciptaan iklim usaha kondusif. Aktivitas lainnya berupa peningkatan skala ekonomi, penyediaan sarpras pasca panen, dan bantuan modal.
"Dana desa sangat potensial untuk mendorong pengembangan desa wisata. Anggaran tersebut dikelola dan dinikmati oleh desa. Kami akan membantu melalui optimalisasi branding, pelatihan sumber daya manusia, dan beragam dukungan lainnya. Dengan begitu, arus wisatawan yang masuk besar dan nilai transaksi yang dihasilkan menjanjikan," ungkap Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. (idr/idr)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!