Seperti dilansir CNN, Senin (8/7/2019), pendaki mencari rute baru untuk menjaga sensasi pendakian Gunung Everest tetap hidup. Tahun ini, pendaki Cory Richards dari Amerika Serikat dan Esteban 'Topo' Mena dari Ekuador mulai berangkat mendaki sebuah couloir atau lereng gunung curam di bagian timur laut tanpa bantuan oksigen atau Sherpa.
Setelah 40 jam, kondisi cuaca memaksa mereka untuk membatalkan upaya pendakian, tetapi mereka akan kembali lagi tahun depan. "Tidak ada yang pernah melakukannya sehingga kita tidak tahu persis apa tantangannya. Dan itu bagian dari daya tariknya," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, lebih dari 200 pendaki Gunung Everest telah meninggal di area puncaknya sejak tahun 1922. Komplikasi kesehatan yang mencakup penyakit ketinggian mengakibatkan efek yang fatal, serangan jantung, stroke, dan radang suhu dingin.
Longsoran salju juga salah satu ancamannya. Rute Richards dan Mena memang penuh dengan bahaya, jalurnya membawa mereka melewati medan yang tak terduga, gletser, sabana es dan sungai kering. Jika Anda jatuh, kata Richards, "Anda tidak akan hidup".
"Kamu akan ada dalam bahaya, itu adalah jurang yang dalam, setiap hujan salju turun akan mengenaimu. Pendakian ini mengikuti sungai es yang mengeras dan sangat rapuh. Jika terjadi sesuatu, Anda mati. Dan, ketegangan itu selalu ada", tambahnya.
Ada sekitar 20 rute ke puncak Gunung Everest, tapi sebagian besar pengunjung dan grup ekspedisi akan mendaki di dua jalur utama. Richards dan Mena seperti banyak pendaki, sedang mencari sensasi baru.
Richards sudah mencapai puncak empat kali, Mena telah mendaki gunung dua kali. Namun para pendaki masih mencari tantangan di gunung.
"Ini adalah satu-satunya tempat tertinggi di planet ini, hanya ada satu," tambah Richards.
"Puncak Gunung Everest punya daya tarik dan tantangan tersendiri bagi beberapa orang yang ingin mencapainya di masa hidup mereka," kata Jake Meyer, seorang pendaki asal Inggris yang menjadi warga Inggris termuda yang mendaki Gunung Everest pada 2005, berusia 21.
"Seiring bertambahnya pengalaman pendaki juga keterampilan, akan ada orang yang benar-benar mencoba hal gila baru dan mendorong sampai batas-batasnya," katanya.
Lebih dari enam dekade setelah Edmund Hillary dan Tenzing Norgay mampu menggapai puncak Gunung Everest tahun 1953. Lalu viral foto-foto pada bulan Mei 2019 yang menunjukkan kepadatan di area puncak.
Selama musim pendakian ini, setidaknya 11 orang tewas saat mencoba mencapai puncak Gunung Everest. Musim pendakian paling mematikan yakni di tahun 2015, ketika serangkaian longsoran salju yang dipicu oleh gempa bumi mengubur 19 pendaki.
Mencairnya es dan salju di Gunung Everest telah memperlihatkan mayat para pendaki di berbagai titik. Upaya pembersihan yang dilaksanakan pada tahun ini telah menurunkan lebih dari 3 ton sampah.
(bnl/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!