Bak kematian yang tak diperkirakan, demonstrasi sampai menduduki bandara bikin aktivitas transportasi utama di sana lumpuh. Dirangkum detikcom, Rabu (14/8/2019), ada tiga rangkaian fokus yang menyangkut demo itu.
Sejarah singkat Hong Kong
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daerah ini adalah jajahan Inggris selama lebih 150 tahun, sebagian pulau Hong Kong diserahkan kepada Inggris setelah perang 1842. China kemudian juga menyewakan sisa wilayah Hong Kong, New Territories kepada Inggris selama 99 tahun.
Tempat ini menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan ekonominya bangkit pada 1950-an lantaran menjadi pusat manufaktur. Wilayah ini juga digemari pada migran dan pembangkang yang melarikan diri dari ketidakstabilan, kemiskinan, atau persekusi di China daratan.
Kemudian pada permulaan 1980-an, ketika batas waktu penyewaan 99 tahun mendekat, Inggris dan China memulai pembicaraan tentang masa depan Hong Kong. Pemerintah komunis China menyatakan seluruh Hong Kong harus dikembalikan di bawah kekuasaan China.
Kedua pihak lantas mencapai kesepakatan pada 1984. Berdasarkan persetujuan itu, Hong Kong kembali ke China pada 1997 berdasarkan prinsip "satu negara, dua sistem".
Artinya, meskipun menjadi bagian dari China, Hong Kong memiliki "otonomi luas, kecuali terkait kebijakan luar negeri dan pertahanan" selama 50 tahun. Konsekuensinya, Hong Kong memiliki sistem hukum sendiri, perbatasan dan berbagai hak termasuk perlindungan kebebasan berkumpul juga berpendapat.
Hong Kong, sebagai contoh, adalah satu dari beberapa tempat di wilayah China di mana orang dapat memperingati penyerangan Lapangan Tiananmen tahun 1989. Adalah aksi militer menembak pengunjuk rasa tidak bersenjata di Beijing.
Masalah lain yang mengganjal adalah reformasi demokrasi. Pimpinan Hong Kong saat ini dipilih dewan pemilihan beranggotakan 1.200 orang, sebagian besar mendukung Beijing, hanya 6% yang dipilih warga.
Meskipun sebagian orang di Hong Kong adalah etnis China, sebagian besar orang tidak memandang dirinya sebagai warga China. Survei University of Hong Kong memperlihatkan hanya 11% yang mengaku sebagai warga China dan 71% lainnya merasa tidak bangga jadi warga China.
![]() |
Awal mula demonstrasi
Kenyataan bahwa unjuk rasa sekarang terjadi tidaklah mengejutkan. Terdapat sejarah panjang perlawanan di Hong Kong, yang terjadi jauh sebelumnya.
Orang Hong Kong tahu cara memprotes suatu kebijakan. Karena, mereka sadar memiliki otonomi khusus yakni mendapat kebebasan dalam pemilihan umum dan oleh karenanya demonstrasi merupakan salah satu cara agar pandangan mereka didengar.
Pada 1966, demonstrasi terjadi ketika Star Ferry Company memutuskan untuk menaikkan harga tiket. Demonstrasi berubah menjadi kerusuhan, jam malam diterapkan dan ratusan tentara diturunkan ke jalan.
Protes serupa terus berlanjut hingga tahun 1997. Tetapi saat ini, demonstrasi terbesar cenderung bersifat politis karena para demonstran menentang China daratan.
Dilansir CNBC Indonesia, aksi protes di Hong Kong kali ini adalah puncak dari keresahan rakyat yang terjadi sejak Februari lalu. Kala itu, Biro Keamanan Hong Kong mengajukan proposal untuk mengamandemen aturan ekstradisi ke berbagai negara.
Dalam amandemen itu, para buronan dari Taiwan, Makau, dan China Daratan yang awalnya tidak masuk kemudian dimasukkan. Hong Kong akan melakukan ekstradisi jika diminta oleh pemerintah.
Namun amandemen ini menuai protes dari warga, jurnalis, sampai dunia usaha. Jika amandemen ini disahkan, maka Hong Kong tidak lagi menjadi tempat yang aman terutama dari cengkeraman sistem hukum China Daratan.
Sistem politik-hukum China yang terkontrol dinilai membuat pengadilan hanya menjadi perpanjangan tangan besi negara, tidak ada demokrasi dan kesamaan di mata hukum hingga dinilai penuh dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Pada Maret, gelombang aksi massa dimulai. Ribuan orang melakukan demonstrasi menolak amandemen aturan ekstradisi.
Carrie Lam, Pemimpin Eksekutif Hong Kong, menyatakan bahwa moda transportasi kereta api MTR kehilangan 2 juta penumpang per hari selama masa demonstrasi. Dia menyebut pemulihan ekonomi pasca aksi massa memakan waktu yang tidak sebentar.
Pada 21 Mei, Lam menegaskan pemerintah akan mendorong pengesahan amandemen aturan ekstradisi walau banyak mendapat tentangan. Pemerintah bahkan berniat 'potong kompas', mengesahkan aturan tanpa prosedur legislasi yang semestinya.
Pada 14 Juni, Lam memutuskan untuk menunda pembahasan amandemen aturan ekstradisi sampai waktu yang belum ditentukan. Lam juga menyatakan permohonan maaf secara resmi kepada rakyat Hong Kong. Kala itu, pihak demonstran mengklaim jumlah massa mencapai 2 juta orang.
Protes masih terus berlangsung hingga menyebabkan bandara lumpuh pada Senin (12/8). Dampak ekonomi dari aksi berkepanjangan ini mulai bermunculan.
![]() |
Pariwisata Hong Kong mati sejenak
Saham maskapai penerbangan Cathay Pacific anjlok 21,84% dalam enam bulan terakhir. Sementara pendapatan dan tingkat hunian hotel di daerah elit Tsim Sha Tsui turun 7% selama semester I-2019.
"Kunjungan turis pada Juli hampir pasti turun dua digit," kata Edward Yau Tang-wah, Menteri Perdagangan dan Pembangunan Ekonomi Hong Kong, seperti dikutip dari Nikkei seperti dilansir CNBC Indonesia.
Para pengunjuk rasa di Hong Kong melanjutkan protes di bandara internasional kota itu. AS dan beberapa negara lain memperingatkan warganya untuk meningkatkan kewaspadaan saat bepergian ke sana.
Pada tanggal 26 Juli, ribuan demonstran dan staf maskapai pro-demokrasi mengadakan aksi duduk di sana. Tujuannya memberi tahu wisatawan dan meningkatkan kesadaran akan aksi protes itu.
Kemudian pada 5 Agustus, lebih dari 200 penerbangan dibatalkan. Hong Kong adalah salah satu kota yang paling banyak dikunjungi di dunia dan karena demo merusak sisi keramahannya, kata para ahli.
Selama sembilan minggu, demonstrasi yang sering berakhir dengan bentrokan dengan polisi bikin calon pengunjung khawatir pergi ke kota itu. Data Google Trends menunjukkan peningkatan pencarian istilah "Hong Kong safe" sejak akhir Juli yang berasal dari Eropa dan Asia.
Menurut Badan Pariwisata Hong Kong, diketahui adanya 'penurunan dua digit' dalam hal jumlah kedatangan turis pada paruh kedua bulan Juli. Pemesanan tiket pun turun signifikan pada Agustus dan September.
Maskapai andalan Hong Kong, Cathay Pacific menolak memberikan data dan mengatakan ada dampak dari demo itu. Jaringan hotel internasional, Langham Hospitality Group juga mengatakan hal serupa, yakni adanya perlambatan.
Namun, seorang juru bicara mengatakan bahwa protes itu akan mempengaruhi sentimen dan bisnis ritel. Tapi, dalam jangka panjang tidak akan menimbulkan ancaman bagi ekonomi Hong Kong dan kedudukannya sebagai salah satu tujuan perjalanan top dunia.
Disneyland Hong Kong merasakan adanya penurunan jumlah pengunjung. CEO Bob Iger mengatakan bahwa demo berkepanjangan itu telah jadi gangguan dan mempengaruhi kunjungan.
Untuk diketahui, industri pariwisata adalah salah satu pilar utama ekonomi Hong Kong, menyumbang sekitar 5% dari PDB kota. Sebagian besar pengunjung Hong Kong berasal dari Cina daratan, yakni dari Januari hingga Juni 2019 saja, ada 27 juta kunjungan.
Menurut berita Radio Free Asia (RFA), sebuah agen perjalanan di Shenzhen mengatakan banyak orang di China baru-baru ini membatalkan perjalanan mereka ke Hong Kong. Mereka khawatir akan keamanan tamu yang dibawa.
"Saya pikir situasinya semakin dan semakin serius," kata Jason Wong, ketua Industri Perjalanan Hong Kong kepada AFP.
(msl/aff)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!