Perambahan hutan secara ilegal di beberapa titik di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) kian marak terjadi. Kondisi itu membuat mata air terancam rusak dan debit air berkurang.
Parahnya kondisi hutan Pesugulan di Taman Nasional Gunung Rinjani masih menyimpan bukti-bukti kegiatan Pemanfaatan Kawasan Tanpa Izin (PKTI) oleh oknum masyarakat. Tonggak pohon yang ditebang dan dibakar, batang kayu yang berserakan serta tanah yang gersang menjadi salah satu sisa bukti perambahan hutan yang kian marak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BACA JUGA: Kebotakan di Hutan Konservasi Gunung Rinjani
Berdasarkan hasil pengecekan BTNGR, sumber mata air di Hutan Pesugulan saat kegiatan operasi simpatik revitalisasi fungsi kawasan hutan, kondisi mata air yang ada di sana kini terancam rusak dan debit airnya sudah mulai berkurang. Kondisi tersebut merupakan dampak nyata dari penebangan pohon dan penggundulan hutan yang terjadi sejak tahun 2015 hingga 2019.
"Temuan di lapangan, mereka masih memperluas lahan dengan menebang hutan dan menghilangkan jejak pohon dengan membakar tunggaknya (batang pokok)," ujarnya.
Sumber mata air untuk masyarakat di bawah kaki hutan pun mulai terancam keberadaannya. Sudiyono menyebut terdapat 54 sungai utilitas di Pulau Lombok, 51 di antaranya berhulu di TNGR. Selain itu, terdapat 59 sumber mata air yang telah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
Pada areal PKTI ada dua sumber air, yaitu Olor Sangga dan mata air Bunut Baok. Beberapa mata air yang ada oleh warga dibuatkan semacam bendungan.
"Indikasi menyusutnya air terjadi di beberapa lokasi. Sumber air mulai tergerus serta 2 tahun terakhir ini mulai ada konflik pemanfaatannya. Yang konflik itu antara masyarakat bawah dengan pelaku PKTI," kata dia.
(wsw/aff)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan