Soal Wisata Halal, Anggota DPR: Bali Sangat Ramah Turis Muslim

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Soal Wisata Halal, Anggota DPR: Bali Sangat Ramah Turis Muslim

Jabbar Ramdhani - detikTravel
Minggu, 10 Nov 2019 14:53 WIB
Foto: Turis di Pantai Kuta (Gede Suardana/detikTravel)
Jakarta - Anggota DPR RI, I Wayan Sudirta menyebut sejak ratusan tahun warga Bali sangat ramah dan toleran terhadap pendatang, baik Budha, Kristen, maupun Muslim.

Hal itu dikatakan Sudirta dalam menanggapi terbetiknya kabar mengenai wacana Bali dan Danau Toba disulap jadi destinasi yang lebih ramah terhadap wisatawan Muslim. Menurut Sudirta, yang berasal dari Bali, wacana seperti itu justru akan mengotakkan golongan dan kelompok. Ia menilai Bali sebenarnya juga sudah ramah turis Muslim.

"Kalau benar ada pernyataan seperti itu, itu memojokkan orang dan pariwisata Bali yang seakan-akan tidak ramah terhadap wisatawan Muslim. Padahal, sampai Raja Salman berlibur di Bali dan memperpanjangnya beberapa hari, satu pun tidak ada keluhan bahwa Bali tidak ramah bagi Muslim. Karena sejatinya, Bali mengembangkan Kepariwisataan berbagis budaya, keramahannya untuk semua umat manusia, bahkan semua makhluk, sesuai ajaran Tri Hita Karana; memuliakan sesama manusia, alam dan Tuhan," ujar Sudirta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal Wisata Halal, Anggota DPR: Bali Sangat Ramah Turis MuslimFoto: I Wayan Sudirta (Zunita-detikcom)

Sudirta pun mengajak agar masyarakat membuka catatan sejarah, bagaimana raja-raja Bali di Buleleng, Jembrana, Badung, Klungkung, Karangasem, dan lainnya, bersikap sangat baik terhadap Saudara Muslim, dengan diberikannya tanah-tanah untuk membangun perkampungan Muslim.

"Jangankan wisatawan, semeton Muslim sudah ratusan tahun berinteraksi sosial dengan masyarakat Hindu di Bali tanpa pernah ada diskriminasi, toleransi yang sangat indah. Justru wacana-wacana seperti yang dilontarkan Menpar bisa memprovokasi suasana yang sudah rukun akan tergosok-gosok, membuat orang tersinggung, dan menimbulkan suasana psikologis yang tidak nyamn. Jangan sampai tanpa disadarinya, pernyataan Menpar justru mengadu domba umat Hindu dengan umat Muslim," sambungnya.

Bahkan dalam konteks pengembangan pariwisata, Bali mengeluarkan Perda No 2 Tahun 2012 yang isinya merupakan sari-sari kearifan lokal Bali yang telah dibangun ratusan tahun dan tidak pernah ada wacana pariwisata Bali bersifat diskriminatif pada golongan wisatawan tertentu.




Sehubungan dengan itu, Sudirta mengimbau Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di bawah Wishnutama mendengar dan menyerap lebih banyak lagi tentang nilai-nilai budaya Bali, menyandingkannya dengan prinsip-prinsip bernegara yang berdasarkan Pancasila, dan menjaga budaya Nusantara yang bhinneka ini secara baik. Sudirta pun menggambarkan bagaimana Saudara Muslim di Bali telah berinteraksi sosial sangat dekat, dengan menggabungkan nama Bali dengan nama Muslim, seperti misalnya nama Ketut Syahruwardi Abbas, dimana Ketut diambil dari nama Bali, dan Syahruwardi jelas nama Muslim.

"Saudara Muslim dan Hindu di Bali sudah ratusan tahun saling menghargai, sama-sama memberikan keramahan, apalagi bagi wisatawan Muslim. Tidak pernah ada diskriminasi, karena Bali menyediakan keramahannya bagi semua wisatawan. Soal makanan halal yang menjadi kebutuhan wisatawan Muslim, ada restoran yang menyediakan makanan halal, tapi banyak wisatawan asing yang suka menikmati kuliner dari daging babi, dan semuanya dipisahkan secara baik, agar tetap nyaman bagi yang tidak suka. Bahkan resto vegetarian pun berkembang bagus, bisa menjadi pilihan wisatawan yang tidak makan daging sama sekali," jelas Sudirta.




Selain itu, imbuhnya, pengertian pariwisata yang ramah bagi wisatawan Muslim belum dielaborasi dengan baik sehingga mudah menimbulkan reaksi apriori. Sudirta memahami mengapa banyak yang apriori karena sebelumnya sudah ada wacana di antaranya mengembangkan pariwisata halal yang sudah ditolak. Sebelum itu juga ada wacana pariwisata syariah, yang juga menjadi kontroversi.

"Sebaiknya Menpar fokus pada pengembangan kepariwisataan, untuk Bali, yang menyumbang devisa sangat besar kepada Negara, dirasakan belum mendapat kontribusi balik yang seimbang untuk merawat berbagai sumber penghasil devisa tersebut, diantaranya kebudayaan. Menpar tolong mendengar juga beban yang dipikul oleh masyarakat Bali dalam pembangunan, yang menarik wisatawan datang ke Bali," pungkasnya.





(wsw/wsw)

Hide Ads