Tantangan RI di Balik Capaian sebagai Negara Favorit Turis

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tantangan RI di Balik Capaian sebagai Negara Favorit Turis

Kris Fathoni W - detikTravel
Selasa, 26 Nov 2019 17:15 WIB
Ilustrasi Bali. (Foto: Imam Sunarko/d'Traveler)
Jakarta - Indonesia terpilih menjadi negara terfavorit turis dunia versi survei dari Conde Nast Traveler. Pencapaian ini jelas bikin bangga, tapi jangan lupakan pula tantangan besar yang menyertainya.

Pada pertengahan Oktober lalu CNTraveler merilis survei terbarunya, yang menempatkan Indonesia di peringkat pertama kategori 'Top 20 Countries in the World: Readers' Choice Awards 2019'. Survei dilakukan lewat sistem voting dari 600.000 pembaca CNTraveler.

Irfan Wahid, penasehat khusus Menko Maritim dan Investasi Bidang Pariwisata, menyebut bahwa penghargaan itu menegaskan potensi pariwisata Indonesia di mata dunia. Di sisi lain, Indonesia tak boleh lupa dengan tantangan di depan mata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pariwisata Indonesia membutuhkan perubahan. Beragam indikator masih menunjukkan kita masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga kita di ASEAN: Thailand, Malaysia, Singapura, bahkan Vietnam," katanya.




Ia memaparkan, Mastercard Global Destination Cities Index 2019 merilis tiga destinasi wisata Thailand menempati 20 besar dunia kota dengan wisman terbanyak sepanjang 2018: Bangkok di peringkat 1 (22,78 juta), Phuket di peringkat 14 (9,9 juta), dan Pattaya di peringkat 15 (9,4 juta). Singapura berada di peringkat 5 (14,67 juta) dan Kuala Lumpur berada di peringkat 6 (13,79 juta). Sedangkan Indonesia hanya berhasil menempatkan Bali di peringkat 19 dengan angka kunjungan sebesar 8,26 juta.

"Destinasi wisata unggulan kita bahkan masih terlampau jauh dibanding beberapa kota di ASEAN. Kunjungan wisman kita masih kalah dibanding beberapa kota di Malaysia seperti Penang (7,7 juta) dan Melaka (5,68 juta)," ujar Irfan Wahid.

Ia lantas memaparkan jumlah kunjungan turis ke beberapa destinasi "besar" di Indonesia. Paparannya adalah, kunjungan wisman ke Jakarta pada tahun 2018 tercatat sebesar 2,8 juta wisman dan Batam/Kepulauan Riau (2,6 juta). Sementara beberapa destinasi lainnya di Indonesia sangat jauh tertinggal dengan destinasi di ASEAN yang lain seperti Surabaya/Jawa Timur (320 ribu), dan Kualanamu/Medan (230 ribu).




"Bandingkan dengan kota-kota di Vietnam macam Ho Chi Minh (7,5 juta), Hanoi (5,5 juta), dan Quang Ninh (5,3 juta). Jauh sekali tertinggal," sebutnya.

Sementara jika menilik angka devisa pariwisata pada 2018, tutur Irfan, Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Thailand meraup devisa pariwisata sebesar USD 70 miliar. Singapura, Vietnam, dan Malaysia masing-masing berhasil mencetak devisa sebesar USD 27,1 miliar; USD 26,75 miliar; dan USD 20,07 miliar. Perolehan devisa Indonesia berada di angka USD 19,3 miliar.

"Sebagaimana target utama dari Kemenparekraf yaitu meningkatkan quality of tourism Indonesia, maka perolehan devisa pariwisata juga harus ditingkatkan dengan strategi jitu yang efektif dan efisien. Kita harus mengejar ketertinggalan dengan memanfaatkan potensi besar yang kita miliki," kata Irfan Wahid menegaskan.




Ia menyimpulkan, usaha mengejar target pertumbuhan yang diharapkan merupakan tantangan besar pariwisata Indonesia. Pemerintah sendiri menargetkan devisa pariwisata USD 32 miliar dan 24 juta wisman pada 2024 dengan Average Spending per Arrival (ASPA) sebesar USD 1.333. Artinya pertumbuhan ASPA periode 2019-2024 adalah 9%. Faktanya, pertumbuhan ASPA Indonesia dalam 5 tahun terakhir hanya 3,1%.

"Inilah pekerjaan rumah terbesar dari quality tourism yang dicanangkan Kemenparekraf. Dibutuhkan terobosan-terobosan baru yang mampu mewujudkan keinginan tersebut sehingga bisa bersaing dengan negara-negara tetangga di ASEAN," tuturnya.

Pernyataannya senada dengan yang dikatakan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama. Pada kesempatan berbeda sebelumnya, Wishnutama menegaskan bahwa semua yang terlibat di sektor pariwisata tak boleh lengah dan harus terus bekerja keras.

"Pengakuan dari Conde Nast Traveler semakin memperkuat posisi Indonesia untuk menjadi tujuan wisata di dunia. Tetapi hal ini jangan membuat kita lengah. Kita harus tetap bekerja keras agar mampu bersaing dengan negara lain, dan memberikan yang terbaik bagi wisatawan," sebut Wishnutama dalam sebuah postingan di akun Instagram-nya.





(krs/rdy)

Hide Ads