Perjuangan Pembatik Lasem di Tengah Corona

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Perjuangan Pembatik Lasem di Tengah Corona

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Selasa, 21 Apr 2020 19:45 WIB
Batik Tulis Lasem
Para pembatik tulis di Lasem (@awesomelasem/instagram)
Rembang -

Di momen Hari Kartini, para pembatik tulis dari Lasem terus berjuang di tengah corona. Soalnya, tak ada lagi turis di Lasem.

Sebagai salah satu kecamatan di Rembang, Jawa Tengah yang terkenal lewat batik tulis dan peninggalan budayanya, Lasem turut terpukul akibat virus corona. Hal itu pun turut dirasakan oleh para pembuat batik tulis di sana.

"Sudah dua bulan nggak ada orang, sudah nggak ada pengunjung. Orang-orangnya yang punya showroom harus menutup tokonya juga," ujar admin @awesomelasem, Fransiska Anggraini atau yang akrab disapa Chika saat dihubungi detikcom, Selasa (21/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tiadanya turis yang berkunjung ke Lasem membuat banyak rumah batik sepi pembeli. Padahal, rumah batik harus menghidupi para pembatiknya.

"Agak dilematis ya. Di satu sisi untuk bertahan hidup sendiri rumah batik itu bisa, tapi untuk long term menghidupi pembatik-pembatik ini yang agak berat tanpa ada pemasukan yang stabil seperti kondisi normal,' ungkap Chika.

ADVERTISEMENT

Sudah lebih dari satu bulan corona memukul tanah air. Namun, sudah ada saja pembatik yang upahnya dipotong akibat sepinya pendapatan. Kondisi pun bisa lebih buruk dalam dua hingga tiga bulan ke depan apabila tak ada perubahan.

"Sekarang baru sebulan dua bulan mungkin gaji masih aman, tapi kalau nanti gaji sudah dikutak-kutik sama perusahaan yang juga terpaksa harus dipotong, otomatis ya batik nggak lagi jadi prioritas buat mereka. Yang penting makan saja buat sehari-hari," ujar Chika.

Yang juga dikhawatirkan, pendapatan konsumen pun menurun dewasa ini akibat corona. Tentu hal itu juga berdampak pada jumlah batik yang kian menumpuk di gudang.

"Kalau menumpuk kan otomatis jangan produksi dulu, kalau nggak produksi mereka harus merumahkan ibu-ibu ini. Secara mereka kan tulang punggung ini ya. Nggak ngerti lagi gimana keluarganya," curhat Chika.

Chika pun berusaha membantu para rumah batik dan pembatik Lasem dengan menjual kain mereka secara online. Hanya saja, roda perekonomian memang tak berjalan seperti biasanya.

"Tetap sih ada yang beli, tapi memang berkurang," tutup Chika.

Sebagai Kartini zaman sekarang, para pembatik tulis Lasem berjuang lewat kainnya sambil menjalankan peran sebagai ibu. Peran tulang punggung keluarga pun tak jarang mereka ambil, mengingat banyak suami mereka yang bekerja di sektor informal di luar rumah.




(rdy/ddn)

Hide Ads