Auckland -
Selandia Baru memberlakukan aturan lockdown yang ketat. Tak sembarang orang boleh masuk. Traveler ini diperbolehkan masuk, setelah ibunya dinyatakan meninggal.
Seorang wanita yang tidak disebutkan identitasnya menceritakan betapa susahnya untuk bisa masuk ke Selandia Baru di masa lockdown. Padahal ibu dari si wanita ini menderita penyakit Parkinson dan tengah berjuang di saat-saat terakhir hidupnya.
Wanita ini mengajukan izin masuk ke Selandia Baru pada tanggal 1 April, tapi baru disetujui pada tanggal 17 April. Saat itu semuanya sudah terlambat, sang ibu dari wanita ini sudah meninggal dunia.
Dirangkum detikTravel dari beberapa sumber, Selasa (12/5/2020), cerita bermula ketika wanita ini mendapat kabar dari saudara laki-lakinya tentang kondisi sang ibu yang mulai menurun di akhir bulan Maret. Begitu mendengar kabar itu, dia langsung mengajukan izin masuk ke Selandia Baru.
Negara tersebut memang sedang dalam kondisi lockdown gara-gara virus Corona. Traveler boleh mengajukan permohonan untuk masuk, dengan syarat ada kegawatan atau kondisi darurat dengan menyertakan bukti-bukti yang valid.
"Saya menerima telepon dari kakak saya, yang memberitahu bahwa ibu saya masuk ke ruang perawatan. Dia sudah masuk fase terakhir penyakit Parkinson dan tidak punya banyak waktu untuk hidup," kata wanita ini dilansir dari RNZ.
Setelah mengajukan diri, dia pun menerima email yang berisi bahwa aplikasinya telah diterima dan ada notifikasi kegawatan di dalamnya. Tetapi email itu juga mencantumkan bahwa Departemen Imigrasi Selandia Baru sedang sibuk dan baru akan direspons dalam 2 hari kerja atau lebih.
Setelah beberapa hari berlalu, tepatnya tanggal 6 April wanita ini kembali menelepon pihak imigrasi untuk menanyakan kemajuan dari aplikasi yang diajukan. Pihak imigrasi hanya bilang aplikasi sudah diterima dan sedang diproses.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar duka itu datang...
Kabar Duka Itu DatangBerhari-hari kemudian, tepatnya 2 hari setelah Paskah, kabar duka itu pun datang. Sang Ibu dinyatakan meninggal dunia. Sementara aplikasi izin masuk wanita ini tidak menunjukkan titik terang.
"Paskah tahun ini sungguh menyedihkan karena saya tidak kunjung mendapat respons. Selasa pagi setelah Paskah, saya dapat telepon bahwa ibu saya meninggal dunia. Hari-hari setelah itu sungguh amat sulit," kata wanita tersebut.
Pada tanggal 17 April, baru ada email masuk yang menyebutkan bahwa aplikasi wanita tersebut telah disetujui oleh pihak imigrasi Selandia Baru. Tapi semuanya sudah terlambat.
Perasaan wanita ini pun campur aduk saat menerima email itu. Dia marah, kesal, sedih jadi satu. Dia bahkan menyebut pihak Imigrasi Selandia Baru tidak memiliki perasaan dan perikemanusiaan. Mengapa mereka baru memberikan izin saat ibunya sudah meninggal dunia.
"Saya rasa ini sungguh tidak menghargai saya maupun keluarga. Mereka di Selandia Baru sangat terdampak atas hal ini. Ayah saya sangat berduka dan saya tidak bisa bersamanya," kata dia.
"Saya merasa sangat hancur karena saya tidak bisa berada di saya untuk menemaninya. Dia sendirian di situasi seperti ini dan tidak ada yang mengharapkan itu," sambungnya.
Sang ayah saat ini sudah berusia 90 tahun. Dia hanya ditemani oleh kakak si wanita tadi. Sementara wanita tadi sudah 40 tahun pergi merantau ke Sydney.
Respons imigrasi...
Respons Pihak Imigrasi
Sementara itu, keluhan dari wanita ini sampai juga kepada pihak Imigrasi Selandia Baru (INZ). Namun mereka enggan untuk menanggapi secara langsung atas masalah ini.
"Tanpa tahu siapa individu yang bersangkutan dan kasus spesifik, INZ tidak bisa mengonfirmasi berapa lama yang dibutuhkan untuk memroses permintaan tersebut," kata Nicola Hogg, General Manager Border and Visa Operations INZ.
Namun Nicola mengatakan bahwa permintaan wanita tersebut sudah diproses sejak hari pertama dia mengajukan berkas. Tapi banyaknya orang yang mengajukan permintaan yang sama membuat proses jadi jauh lebih panjang.
"Proses ini membutuhkan instruksi baru, prosedur baru, dan ada banyak sekali permintaan yang masuk. Rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk berkas yang diajukan pada 1 April adalah 3 hari kerja, tapi bisa juga lebih lama," imbuh Nicola.
Nicola sendiri menyebutkan selama periode 31 Maret hingga 6 April, ada kurang lebih 2.093 berkas pengajuan yang masuk ke pihak INZ untuk diproses izin masuknya.
Sejak diumumkan pengecualian masuk perbatasan, sudah ada 6.700 orang yang melamar ke INZ untuk mendapatkan izin tersebut. Dari jumlah itu, 6.680 berkas sudah diproses dan diputuskan, sedangkan hanya 1.400 permintaan yang diizinkan untuk mendapat visa masuk Selandia Baru.
Nicola menyebut permintaan pengecualian masuk ke Selandia Baru memang diperketat lantaran ingin menghentikan penyebaran COVID-19 di negara tersebut. Pembatasan ini juga bertujuan untuk menjaga orang sehat di Selandia Baru agar tidak tertular mereka yang membawa virus dari luar negeri.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!