Pandemi virus Corona turut membuat Pegunungan Himalaya di Nepal tertutup untuk turis. Sherpa, pemandu pendakian, pun terpaksa alih profesi menjadi petani demi berjuang hidup.
Di masa normal, sherpa, yang merujuk pada salah satu suku asli asli Tibet dikenal akan kepiawaiannya mendaki gunung, bekerja sebagai pemandu pendakian. Dahulu, Sir Edmund Hillary yang merupakan pendaki pertama Everest juga didampingi oleh sherpa Tenzing Norgay dalam mencapai puncak tertinggi dunia.
Tapi, keahlian para sherpa dalam mendaki gunung tak berarti banyak di hadapan COVID-19. Seiring dengan ditutupnya Himalaya pada bulan Maret lalu, para sherpa pun kehilangan profesi utama mereka sebagai pemandu gunung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya adalah sherpa top Tashi Lakpa Sherpa. Dia seorang pemandu gunung termuda yang disebut pernah mendaki Everest tanpa tabung oksigen di umurnya yang ke 19 tahun, 2005 silam.
Di hadapan Corona, Tashi hanya bisa menatap nanar akan masa depannya sebagai pemandu gunung. Terlebih, Nepal juga tengah menerapkan lockdown selama dua bulan lamanya.
"Aku dapat menghidupi keluargaku untuk satu musim pendakian tanpa ekspedisi, tapi jika krisis ini terus berlarut-larut dan gunung ditutup untuk waktu uang lama, ini akan jadi masalah hebat," ujar Tashi seperti diberitakan Asia One.
![]() |
Tashi mungkin merupakan salah satu suku sherpa yang cukup beruntung. Sebab, cukup banyak sherpa lain yang menghadapi kondisi lebih sulit dari Tashi. Tak sedikit suku sherpa yang lebih memilih pulang ke kampung halaman.
Adalah Sonam Tshering Sherpa, salah satu yang mengalami kesulitan nyata akibat penutupan Himalaya. Tak bisa memandu pendaki gunung, ia terpaksa pulang ke kampung halamannya dan menanam kentang serta tanaman lainnya di lahan keluarga.
"Kami hanya bisa menanam satu jenis tumbuhan saja dalam setahun di pegunungan, tak cukup untuk memberi makan satu keluarga dalam beberapa bulan," ujar Sonam dari Desa Sibuje.
Berdasarkan data statistik dari petugas pariwisata lokal, ada sekitar 200.000 orang sherpa yang berprofesi sebagai pemandu gunung. Dalam setiap pendakian, mereka bisa mengantongi sekitar USD 2.500 (Rp 36 juta) hingga USD 16.500 (Rp 241 juta) untuk setiap ekspedisi ke Everest.
(rdy/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!