Bicara pengembangan wisata, Bali selalu jadi rujukan. Hanya tak melulu membangun, pariwisata yang ramah lingkungan dan rendah emisi juga penting.
Selain promosi dan atraksi, pembangunan yang ramah lingkungan atau berkelanjutan jadi salah satu poin penting. Tak melulu bicara devisa, pembangunan juga harus memberi manfaat bagi wisatawan dan tentunya masyarakat di destinasi.
Terlebih di tengah isu global warming atau pemanasan global, pembangunan harus dipikirkan dengan lebih matang. Sekiranya hal itu juga yang telah dipikirkan oleh Kemenparekraf dan pelaku pariwisata Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahasan itu pun tertuang dalam Webinar pariwisata berkelanjutan oleh Desma Center, bertajuk 'Peran Pelaku Pariwisata Dalam Mewujudkan Bali Rendah Emisi' seperti dilihat detikcom, Jumat (7/8/2020).
"Bali menjadi barometer tolak ukur bagi pengembangan destinasi di Indonesia. Pelaku wisata lain di Indonesia akan melihat Bali. Inisiatif langkah yang dilakukan di Bali akan jadi pelajaran bagi daerah lain di Indonesia," ujar pendiri dan Direktur Desma Center, Wiwik Mahdayani secara virtual.
Salah satu yang jadi pembicara adalah Direktur Tata Kelola Destinasi dan Pariwisata Berkelanjutan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Baparekraf, Indra Ni Tua.
Melalui program bertajuk STDev atau Sustainable Tourism Development, Kemenparekraf mengajak semua pelaku wisata di daerah untuk membangun pariwisata berkelanjutan.
"Di 10 destinasi super prioritas kita buat STDev, bantu buat kerangka dan membuat masterplan pengembangan wisata berdasarkan kerangka Sustainable Tourism Development," pungkas Indra yang mewakili Wamenparekraf Angela yang berhalangan hadir.
Pihak Kemenparekraf tak sendiri, mereka juga mengajak serta sejumlah institusi pendidikan dalam melakukan pengembangan pariwisata berkelanjutan, Kalau di Bali misalnya, adalah Universitas Udayana.
Lebih jauh, Desma Center memberi gambaran perihal jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor pariwisata di Bali. Seperti diketahui, aktivitas transportasi serta perhotelan dan terkait juga mengundang emisi karbon yang tidak ramah lingkungan.
Salah satu fakta menarik, ada sekitar 4,1 juta kendaraan bermotor di Bali. Padahal, jumlah penduduk Bali juga berada di angka yang sama. Jadi perbandingan antara jumlah kendaraan dan warga Bali adalah 1:1, hal itu juga berpengaruh pada jumlah emisi.
Selama pandemi, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago, menyebut adanya jumlah penurunan emisi di Bali.
"Selama pandemi, emisi Bali turun 2%," ungkapnya.
![]() |
Mendukung langkah pengurangan emisi di Bali, turut hadir I Nyoman Sudiarta selaku Ketua Persatuan Angkutan Wisata Bali (PAWIBA). Pihaknya juga menjabarkan sejumlah langkah yang telah dilakukannya untuk mengurangi emisi di Bali.
"Mengubah daripada situasi kondisi pariwisata dalam melaksanakan operasional kendaraan. Di mana sebelumnya selalu standby untuk mendinginkan ruangan, kini kami menyalakan mesin saat menunggu penumpang," ungkap Sudiarta.
"Mengemudi secara sopan dan sabar agar kendaraan tak mengeluarkan banyak emisi, serta mengecek emisi kendaraan secara berkala," tambahnya.
Baca juga: Ini Waktu Terbaik Liburan ke Bali |
Langkah Kemenparekraf dan pelaku pariwisata Bali dalam mengurangi emisi juga diakui oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace.
"Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan bagi saya tak hanya meliputi pelestarian sumber daya lingkungan, tapi juga masyarakat. Dengan filosofi Tri Hita Karana, memahami bahwa keseimbangan alam harus dijaga," pungkasnya.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana