Kampanye wisata domestik yang digiatkan Jepang nampaknya tidak terlalu berpengaruh. Buktinya, ada pada jalan-jalan kota wisata yang masih sepi.
Contohnya terlihat di Kyoto. Kyoto adalah salah satu kota tua yang jadi pusat pariwisata Jepang. Musim panas ini harusnya Kyoto ramai dengan wisatawan.
Meski sudah ada kampanye wisata untuk liburan domestik, namun hotel, restoran dan kedai suvenir masih sepi. Subsidi silang yang diberikan saat kampanye seakan menguap begitu saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jauh lebih buruk dari pada selama krisis Lehman, (krisis keuangan global) tahun 2008. Bahkan satu hari pendapatan saya hanya sekitar 2.000 yen," ujar seorang sopir taksi.
Tak hanya Kyoto, Osaka dan kota-kota lain di wilayah Kansai Barat juga masih kepayahan. Menurut pengamat hal ini disebabkan rentannya strategi PM Shinzo Abe yang mengkampanyekan ekonomi lokal dengan masuknya turis asing.
Strategi tersebut dinamakan Abenomics, yaitu menetapkan target untuk memikat 40 juta turis per tahun dan mendorong kota-kota regional untuk membangun fasilitas dan infrastruktur.
Baca juga: Kenangan Perjalanan ke Negeri Sakura Jepang |
Kyoto dan Osaka adalah contohnya. Sebagai kota yang berdekatan, Kyoto dan Osaka Jepang juga bersaing keras merebut pasar turis asing melawan China.
Memang sih di tahun 2013 Jepang kebanjiran turis sampai 3 kali lipat. Tapi karena pandemi juga, ekonomi daerah mati karena tak ada turis.
Dari semua sektor yang ada dalam pariwisata Jepang, hotel adalah yang paling menderita. Saat semua bisnis mulai berjalan online, hotel masih merangkak.
Kota Kyoto memiliki hotel sebanyak 664 unit, jumlah ini naik 25 persen dari lima tahun lalu. Sementara jumlah guest house kecil melonjak 5 kali lipat menjadi 3.299 unit.
"Mungkin akan banyak hotel yang bangkrut," ujar Nobuhiro Doi, Presiden Pinjaman Regional Utama Bank Kyoto.
Osaka sendiri begitu populer dengan budaya, wisata kuliner dan kastil megahnya jadi incaran turis. Bulan Juni saja, Osaka sudah memantau 147 perusahaan yang bangkrut. Ini lebih parah dari Tokyo.
"Destinasi wisata lokal berada di kondisi yang amat parah. Semoga saja di bulan September keadaan akan berubah. Jika ada gelombang infeksi kedua banyak bisnis yang akan bangkrut di Jepang," ujar Yoshihiko Nitta, peneliti di Kansai Tokyo Shoko.
(bnl/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum