Jakarta -
Saat industri pariwisata dunia dihantam pandemi virus Corona, para pemburu paus di Norwegia justru meraup keuntungan. Mereka terimbas wisata domestik.
Norwegia merupakan salah satu negara yang mencari incaran turis asing. Alam dan kuliner tak biasa menjadi alasan wisatawan melancong ke negara sebuah negara Nordik di Semenanjung Skandinavia itu. Salah satunya, untuk menikmati daging dan keju.
Tapi, pandemi COVID-19 mengubah tren pariwisata di Norwegia. Tidak banyak turis asing yang melancong ke Norwegia pada musim panas tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, warga Norwegia, yang biasanya berwisata ke Italia dan Spanyol, mau tidak mau tetap tinggal di negaranya. Mereka liburan ke kawasan utara negara mereka seperti Kepulauan Lofoten.
Di kawasan itu terdapat fyord atau teluk berair sangat jernih yang terbentuk dari lelehan gletser. Ada pula tebing-tebing garis pantai. Pada musim panas, suasana makin menarik dengan adanya midnight sun atau matahari tak terbenam hingga tengah malam di wilayah tersebut.
Boleh dibilang wisata jalan terus. Termasuk kulinernya. Hanya saja, ada perubahan signifikan soal menu makan.
Merujuk pembelian di Ost & Sant, sebuah toko yang menjual olahan daging dan keju tradisional di pusat kota Oslo yang menjadi langganan turis asing, wisatawan lokallah yang kini singgah.
"Tahun ini yang datang ke toko saya rata-rata orang Norwegia. Mereka yang tidak bisa berwisata atau makan di restoran biasanya masak di rumah. Kondisi itu mengubah apa yang kami jual," kata Frode Revke, pemilik Ost & Sant, seperti dikutip BBC.
Dan, jualan yang paling laku di tokonya adalah daging paus. paus bahkan menjadi topping sphagetti.
"Daging paus adalah bagian dari kenangan masa kecil saya," kata Frode sembari menyusun setumpuk keju tradisional Norwegia.
"Ibu saya bahkan memasak spaghetti bolognese dengan bahan dasar daging paus," kata Frode.
"Saat berkunjung ke Italia pertama kali, saya sangat kecewa. Spaghetti bolognese buatan mereka tidak ada apa-apanya dibanding buatan ibu saya," Frode menambahkan.
Ya, Ost & Sant menjadi gambaran perubahan tren wisata yang amat nyata di Norwegia. Faktanya, untuk pertama kali dalam beberapa tahun terakhir, industri penangkapan dan penjualan paus mendapatkan permintaan tinggi dari konsumen.
Secara tradisional, daging paus disajikan mentah atau diolah melalui teknik pengasapan. Orang Norwegia menggunakan terminologi yang sama untuk menyebutnya 'tran'.
Tidak ada terjemahan langsung dalam bahasa Inggris untuk istilah itu. Namun cita rasanya bisa digambarkan seperti 'rasa minyak ikan cod'.
Tekstur daging pauspaus dapat disejajarkan dengan daging sapi, tapi jauh lebih asin.
Promosi Sebelum COVID-19Selama bertahun-tahun permintaan pauspaus di pasar Norwegia terus menurun. Tahun 2019, jumlah tangkapan paus di negara itu tercatat sebagai yang paling rendah dalam 20 tahun terakhir.
Tahun lalu secara keseluruhan terdapat 429 paus minke yang diburu. Sebagai perbandingan, saat ini lebih dari 100.000 paus minke hidup di perairan Norwegia dan Laut Barents.
Sementara tahun ini, jumlah tangkapan meningkat hingga 500 paus minke. Menurut para pemburu tradisional angka permintaan paus minke itu melebihi penawaran untuk kali pertama dalam lima tahun terakhir.
Menurut Oyvind Haram dari Federasi Boga Bahari Norwegia pendongkrak minat paus itu bukan semata-mata karena pandemi COVID-19. Oyvind bilang promosi daging paus untuk pecinta kuliner telah terbayar tuntas.
"Untuk menarik perhatian, Anda harus memulai sejak dini, seperti mengiklankannya di media sosial pada bulan Januari, jauh sebelum musim pemburuan dimulai," kata Oyvind.
Oyvind menyebut paus merupakan makanan lokal yang tidak memerlukan ongkos ekspedisi besar. Dia juga bilang paus merupakan sumber protein yang berdampak positif bagi kesehatan, berkelanjutan, dan tersedia dalam jumlah pasti sesuai musim.
Oyvind menjual strategi ramah lingkungan itu kepada konsumen berusia muda. Dia juga aktif memberikan resep olahan paus segar.
Belakangan ini Oyvind mulai bekerja sama dengan sejumlah koki terkemuka asal Norwegia.
Jonathan Romano adalah salah satu rekan kerja sama Oyvind. Ia bekerja sebagai pembuat sushi sebelum memenangkan lomba masak ala MasterChef Norwegia.
Disantap di tengah Pro dan Kontra
Konsumsi paus di Norwegia bukannya tidak diiringi polemik. Perburuan pauspaus masih menjadi pro dan kontra.
Pada pertengahan abad ke-20, banyak spesies paus menuju kepunahan. Pada tahun 1986 International Whaling Commission (IWC) melarang pemburuan paus. Hanya Norwegia, Islandia, dan Jepang yang diizinkan menangkap paus dalam skala besar.
Komunitas adat di Alaska, Kanada, Greenland, dan Rusia juga dikecualikan dalam larangan itu, tapi mereka hanya diperbolehkan memburu dalam jumlah kecil. Hal yang sama berlaku untuk dua negara di kawasan Karibia, yaitu St Vincent dan Grenada.
Norwegia menganggap larangan IWC tadi tidak sesuai dengan tradisi dan budaya mereka. Pemerintah Norwegia saat itu berkata, penangkapan paus di negara mereka dilakukan dalam industri yang berkelanjutan.
Alessandro Astroza, penasehat senior Kementerian Perdagangan Norwegia, menyebut paus adalah persoalan sensitif di negaranya. Astroza mempertanyakan alasan daging paus dianggap lebih baik ketimbang sumber protein hewani lainnya.
Paus minke, jenis paus yang diburu di Norwegia, berkembang biak di alam bebas dan tidak dalam status terancam punah. Industri penangkapan paus pun tidak menghasilkan gas metana seperti peternakan sapi.
Siri Martinsen, pegiat di kelompok kesejahteraan hewan antiperburuan paus, Noah, menyebut konsumen berusia muda enggan menyantap daging paus. Dia bilang survei menyebut bahwa hanya 4 persen orang Norwegia yang rutin makan daging paus. Menurutnya, tren itu tidak mungkin berubah.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol