Virus Corona telah membuat tujuh lautan kosong dari pelayaran wisata utama. Namun, keluarga ini malah menjual rumah dan kini tinggal di laut memulai pelayarannya.
Diberitakan CNN, Jumat (25/9/2020) selama pandemi COVID-19, keluarga asal Italia ini malah melakukan perjalanan yang epik. Namun, beberapa orang menganggapnya konyol.
Stefano dan Sara Barberis, pasangan berusia 40-an dari kota kecil di wilayah utara Lombardy, telah menjual rumah mereka untuk mendanai pelayaran selama setahun. Mereka ingin menyeberangi Samudera Atlantik, menjelajahi Karibia, dan yang lebih jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka didampingi tiga anak, Iago (11), Nina (8), dan Timo (3). Pepper, seekor anjing Labrador, juga ikut dalam perjalanan ini.
Rumah keluarga enam anggota itu kini berupa kapal layar. Panjangnya 17 meter yang disebut Shibumi, yang berarti kecantikan berkelas dalam bahasa Jepang.
Keluarga Barberis mengatakan bahwa mereka membawa serta anak-anak mereka karena pelayaran itu akan memberi mereka pengalaman hidup dan pendidikan yang tidak boleh terlewatkan. Terlepas dari pandemi virus corona, waktu untuk bepergian adalah sekarang.
Para orang tua itu awalnya sempat ragu dan seharusnya berlayar pada bulan Juli lalu. Mereka sudah menjual rumah di awal tahu sebelum virus Corona menjadi pandemi dan pelayarannya tak bisa ditunda atau uang penjualan rumah akan habis sia-sia.
Keluarga itu akan berangkat pada akhir September dari La Spezia di Liguria, barat laut Italia. Rute pertama mereka menuju ke Kepulauan Balearic Spanyol, lalu Gibraltar dan keluar ke Atlantik.
![]() |
Pelabuhan selanjutnya yang diharapkan mereka yakni di Kepulauan Canary, Cape Verde. Dan pada akhir tahun, saat angin bertiup ke arah yang benar, mereka akan melintasi Samudra Atlantik menuju ke atol tropis Saint Lucia, Guadeloupe, dan Martinik.
Pandemi Corona belum berakhir dan keluarga ini siap menyesuaikan rencana pelayarannya jika diperlukan. Saat mencapai Canary, mereka akan melihat kebijakan COVID-19 di Karibia sebelum menyeberangi lautan.
Pasangan itu juga khawatir jika pelayarannya dijadwalkan ulang di tahun depan. Putra tertua mereka hampir menginjak remaja dan mungkin kehilangan semangat untuk ikut serta.
Keluarga Barberis mengatakan akan selalu mengenakan masker dan sarung tangan ketika mereka turun di pelabuhan asing. Tapi untuk sebagian besar pelayaran mereka dihabiskan di dek dan berlabuh di pantai yang tenang dan teluk terpencil.
Apa motivasi mereka menjual rumah? Pelayaran ambisius ini datang ketika pasangan itu ingin merasakan gaya hidup yang berbeda dan membiarkan anak-anaknya merasakannya pula.
![]() |
Mereka ingin jauh dari rutinitas sehari-sehari yang biasa orang-orang lakukan. Tidak ada sekolah dan kegiatan lainnya, karena mereka akan belajar dari alam yang masih belum tercemar oleh wisatawan dan kapal jadi laboratoriumnya.
Pasangan itu menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan dan mengubah kapal layar dua tiang. Ada empat kabin yang bisa menjadi rumah apung yang nyaman.
Mereka telah memberi Shibumi julukan La Chiattona, istilah dalam bahasa Italia yang berarti dasar yang luas dan mengacu pada lambung kapal yang besar, datar, dan stabil. Kapal ini cocok untuk mengarungi Samudera Atlantik.
Rumah yang dijual membuat keluarga ini memiliki cukup uang untuk memperbaiki kapal. Lainnya, dana penjualan digunakan untuk menghabiskan perjalanan selama satu tahun di atas laut, menjalani kehidupan yang sederhana.
Mereka berharap untuk melibatkan anak-anak mereka dalam melakukan penelitian sebagai bagian dari pendidikan di atas kapal untuk membantu menyoroti masalah lingkungan. Latar belakang Stefano Barberis sebagai fisikawan nuklir akan membantu dari sisi keilmuan.
Kapal ini memiliki lab terapung untuk mengumpulkan data tentang konsumsi energi dan air, polusi oleh mikroplastik, dan sebagai observatorium untuk mengamati lumba-lumba dan paus. Video dan data yang dikumpulkan akan dibagikan melalui platform online dengan siswa dari beberapa sekolah Italia.
Pasangan itu juga tidak khawatir ketika perjalanannya berakhir dan mereka kembali ke Italia tanpa tempat tinggal. Keluarga Barberis mengatakan mereka lebih suka fokus dan menikmati momen, bebas dari kecemasan.
Teman dan kerabat, telah menawari mereka tempat tinggal ketika mereka kembali dari pelayaran. Dan ayahnya juga memiliki mobil karavan kemping yang bisa digunakan untuk tinggal bersama.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol