Pulau Rinca Geger Hingga Muncul #Savekomodo, Pramuwisata NTT Bersuara

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pulau Rinca Geger Hingga Muncul #Savekomodo, Pramuwisata NTT Bersuara

Tim detikcom - detikTravel
Rabu, 28 Okt 2020 05:01 WIB
Pulau Rinca Taman Nasional Komodo tengah ditutup untuk pembangunan sarana dan prasarana wisata. Begini rumah Komodo sebelum pembangunan dimulai.
Pesona Loh Buaya di Pulau Rinca (Dadan Kuswaharja/detikTravel)
Jakarta -

Tak sedikit pihak yang ikut menyoroti pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca. Salah satunya adalah himpunan pramuwisata NTT.

Viral foto truk versus komodo (Varanus komodoensis) di salah satu area Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, memunculkan kritik dari warganet soal pembangunan komersial atas nama wisata di Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO itu. Tagar #savekomodo pun menyeruak di media sosial.

Ketua HPI NTT Agustinus Bataona mengatakan pembangunan komersial di taman nasional sudah pasti memberi dampak buruk, salah satunya terganggunya habitat alami kawanan komodo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, ia tidak bisa memberi angka pasti mengenai luas wilayah habitat komodo yang bakal 'digusur' pembangunan komersial tersebut.

"Kami tidak mengetahui persis seperti apa tekanan terhadap ekosistem selama pembangunan tersebut. Juga terkait pelanggaran terhadap konservasi setelah ada investasi besar di sana," katanya dilansir detikTravel dari CNNIndonesia.com, Selasa (27/10/2020).

ADVERTISEMENT

"Namun sejatinya, pemanfaatan wilayah taman nasional untuk komersil itu hanya dibolehkan "nol koma sekian persen". Jika lebih dari itu, bukan lagi bisa disebut pengembangan dalam koridor ekowisata," dia menambahkan.

HPI menyatakan dukungannya untuk usaha pemerintah dalam mengembangkan pariwisata di Taman Nasional Komodo demi menyejahterakan masyarakat di sekitarnya, tapi perlu digarisbawahi ialah masyarakat menginginkan pengembangan yang berbasis lokal dan tetap menjaga alam.

Konsep ekowisata seperti pembangunan yang tak mengganggu aktivitas fauna dan flora berkembangbiak serta pembatasan jumlah turis, dinilai bisa diterapkan.

Ditambah lagi dengan penetapan area kapal wisata berlabuh - sehingga tak merusak terumbu karang tempat habitat ikan tangkapan nelayan, peningkatan kesejahteraan jagawana yang berpatroli, hingga edukasi kepariwisataan bagi warga.

"Pendampingan secara intensif terhadap masyarakat, terutama dalam hal teknologi, bisa membantu menyempurnakan konsep ekowisata. Sehingga, masyarakat bisa menjadikan wisata sebagai mata pencaharian alternatif," ujarnya.




(rdy/fem)

Hide Ads