Melelehnya lapisan es di Norwegia mengungkap sebuah penemuan artefak penting, yaitu sebuah panah yang biasa digunakan manusia purba untuk berburu rusa.
Para arkeolog berhasil mengungkap artefak kuno dari lelehan lapisan es di Norwegia. Salah satu artefak itu adalah pata panah yang digunakan untuk manusia purba berburu rusa sekitar 6.000 tahun yang lalu.
Dilansir detikTravel dari CNN, Senin (30/11/2020), ada sekitar 68 buah panah yang ditemukan oleh tim arkeolog tersebut. Diperkirakan mereka berasal dari zaman batu hingga zaman medieval ribuan tahun silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan artefak dari lapisan es yang mencair tersebut juga dipublikasikan di The Holocene Journal. Selain panah, ditemukan juga sisa-sisa tanduk rusa, tongkat yang digunakan untuk berburu rusa dan sepatu berumur 3.300 tahun yang berasal dari zaman perunggu.
Baca juga: Pulau Setan di Norwegia yang Menanti Pembeli |
Penemuan panah tersebut merupakan penemuan paling pertama di kawasan Eropa Utara. Lokasi penemuan artefak itu disebutkan berada di Pegunungan Jotunheim, yang berjarak sekitar 320 kilometer di sebelah utara Oslo, ibu kota Norwegia.
Artefak panah tersebut ditemukan di retakan es Langfonne, yang memang luasannya sudah berkurang lebih dari 70% selama 2 dekade terakhir. Mencairnya lapisan es Langfonne tersebut diduga akibat pemanasan global yang semakin parah.
"Dengan mencairnya es akibat perubahan iklim, bukti perburuan kuno yang ada di Langfonne mulai muncul ke permukaan, menunjukkan apa yang tersimpan dalam es membeku," kata Lars Pilo, arkeolog dari Innlandet Country Council yang memimpin ekspedisi tersebut.
Selama ini, panah tertua yang pernah ditemukan berusia sekitar 4.000 tahun sebelum masehi, tapi kondisinya cukup memprihatinkan. Namun yang mengejutkan, panah yang berasal dari era Late Neolitic (2.400-1.750 sebelum masehi) menunjukkan kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan panah tersebut.
Dengan menggunakan teknologi Ground Penetrating Radar (GPR), para arkeolog percaya kondisi panah yang buruk itu disebabkan oleh pergerakan es yang bisa merusak panah.
"Retakan es bukanlah situs arkeologi yang biasa. Arkeologi es berpotensi mengubah pemahaman kita terhadap aktivitas manusia di pegunungan pada masa lalu," kata Lars.
(wsw/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol