Kemacetan di Puncak, Bogor saat liburan menjadi langganan. Sejumlah ahli pun memberikan pendapat untuk penanganan macet di Puncak.
Macet di PUncak Bogor yang menjadi langganan itu sampai menjadi pembahasan dalam webinar yang diadakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melalui Youtube, Selasa (29/12/2020) dengan tajuk Puncak, Mengapa Diminati Meski Macet Menanti.
Aris Arif Mundayat, Antropolog dan Kepala Laboratorium Jurusan Sosiologi di UNS, menilai kemacetan di Puncak, Bogor itu dipengaruhi psikologis warga Jabodetabek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemacetan di kawasan puncak dimulai dari adanya situasi antagonisme sosial di kawasan Jabodetabek dalam konteks politik masyarakat majemuk. Situasi antagonisme ini terus berkembang menjadi stres sosial perkotaan. Karena adanya stres itu, warga Jabodetabek menganggap dengan pergi ke kawasan Puncak, Bogor bisa memurnikan emosi mereka, yang kemudian menjadi mitos di Pucak. Inilah yang membuat kemacetan permanen di kawasan Puncak," kata Aris.
Baca juga: Macet Abadi di Puncak Bogor, Kenapa Sih? |
Aris menyarankan untuk mengurangi kemacetan di Puncak, Bogor, kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, dan bekasi harus membangun tempat rekreasi yang setara dengan Puncak, Bogor. Melihat banyaknya ruang yang bisa dikembangkan di kawasan Jadetabek, pengembangan itu bisa dilakukan. Salah satunya, dengan pemanfaatan kawasan sungai.
"Bicara soal ruang, banyak sekali ruang yang bisa dimanfaatkan di kawasan Jabodetabek untuk rekreasi sosial yang dapat menyerap warga untuk tetap berada di kawasan Jabodetabek saat weekend. Banyak sekali sungai-sungai yang punya potensi dan mampu menjadi wilayah alternatif," ujar Aris.
"Ada Kali Angke, Kali Pasanggrahan, Kali Grogol, Kali Baru, Kali Cilieung dan lainnya yang sebenarnya punya potensi mengurangi kemacetan di Puncak kalau dijadikan ruangan alternatif sosial untuk menampung stres yang muncul dari antagonisme di Jabodetabek. Seperti Sungai Malaka yang dulunya juga kawasan yang tidak menarik, kemudian dibuat menjadi kawasan rekreasi dimana kita di sana bisa minum-minum dan jalan kaki," Aris menjelaskan.
Baca juga: Puncak Rapid Antigen Lagi Mulai 31 Desember |
Aris pun melanjutkan pendapatnya bahwa adanya ketimpangan luas wilayah Puncak dengan Jabodetabek. Walaupun diadakannya pembangunan di kawasan Puncak tidak akan mampu menampung stres Jabodetabek.
"Dengan luasan Jabodetabek dan luas kawasan Puncak adanya ketidakberimbangan ruangan sosial. Betapapun dikembangkan sebanyak apapun, tidak akan menampung keseluruhan perkotaan di Jabodetabek. Untuk itu menurut saya kawasan aliran sungai bisa dimanfaatkan jadi ruangan rekreasi, baik rekreasi air atau rekreasi tepian sungai," ujar dia.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!