Kawasan Puncak, Bogor tidak hanya menjadi primadona di zaman sekarang. Dari zaman Belanda, kawasan Puncak sudah menjadi favorit liburan.
Kemacetan yang timbul di kawasan puncak setiap weekend dan juga momen liburan menunjukkan bahwa kawasan Puncak di Bogor favoritnya warga Jabodetabek menghabiskan waktu. Ternyata dari dulu memang kawasan Puncak sudah menjadi destinasi yang ramai lalu lho.
Hal ini disampaikan oleh sejarawan JJ Rizal dalam webinar yang diadakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melalui Youtube dengan tajuk Puncak, Mengapa Diminati Meski Macet Menanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mundur ke 300 tahun yang lalu, diawali penemuan karena wabah besar di Batavia dan menjadi awal runtuhnya Batavia. Tahun 1730-an mulai terjangkit penyakit aneh dengan nama seram seperti mati mendadak atau demam maut. Misal malam ini makan bersama 10 orang, 8 orang besok mati mendadak. Jadi dulu bisnis yang laku di Batavia adalah bisnis peti mati," ujarnya.
"Banyak sekali diceritakan betapa mengerikannya wabah itu, jadi kalau kita masuk rumah sakit di Batavia, ada dua RS di dalamnya hingga RS ini disebut sebagai lubang kubur, karena masuk rumah sakit bukannya sembuh malah mati," ujar Rizal.
"Karena kondisi ini menyebabkan orang-orang elit bergerak meninggalkan Batavia menuju keluar Batavia di tahun 1740-an. Ini dimulai pada tahun 1745 ada jenderal keturunan Jerman bernama Baron van Imhoff, terkenal sebagai reformasi VOC.
Dia juga yang memperbaiki angkatan laut dan mencari alternatif untuk solusi wabah yang kita kenal sebagai malaria. Di tengah ketidaktahuan sakit apa, dia mencari alternatif pengobatan dengan memindahkan beberapa rumah tinggal, membangun rumah peristirahatan. Dimana ditarik kesimpulan saat itu semakin ke selatan dari Batavia semakin baik. Salah satu rumah yang dibangun itu sekarang menjadi Istana Bogor.
"Kemudian dia mengimpor sistem pemulihan kesehatan dalam bentuk badan-badan. Semacam spa dan mandi-mandi air panas dalam lingkungan sehat dan teduh, yang dikenal namanya puncak. Jadi awalnya puncak sebagai respon perkembangan Batavia yang gagal jadi kota dan timbulnya wabah malaria," ujarnya.
"Pada tahun 1815 Raja William mengirim seorang botani untuk menjajaki bagaimana menggali potensi perkebunan di tanah koloni dan tempat yang dipilih adalah Bogor dan berpusat di rumah peristirahatan yang dibangun Baron ini. Kemudian kita mengenal Kebun Raya Bogor dimana menjadi tempat para saintis mancanegara di Hindia Belanda melakukan riset tentang tumbuhan. Mereka mencari tumbuhan pengganti rempah yang mulai surut saat itu. Adapun penemuan penting tahun 1840 adalah penanaman kina," papar Rizal.
Tidak hanya menjadi ruang penyembuhan, kawasan Bogor dan Puncak berubah juga menjadi ruangan saintis. Kawasan ini semakin berkembang semenjak dibangunnya jalan raya pos.
"Awal mulai berkembang itu ketika dibangunnya kawasan resor penyembuhan ini, dimana jalan raya tidak seperti sekarang, sangat jauh buruknya. Datanglah Herman Willem Daendels yang membuat jalan raya pos. Dia juga yang membuka puncak menjadi kawasan bisa dijangkau walau sulit," ujar dia.
"Awal masalah Puncak berkembang karena masalah transportasi. Puncak tak akan jadi puncak kalau tak ada jalan raya Herman Willem Daendels ini. Jalan ini dibangun awalnya untuk kepentingan perang. Diawali pembuatan jalan raya ini menjadi cap historis bagaimana jalan mengubah tata ruang. Mulai dari ruang penyembuhan, sebagai ruang sintifik, laboratorium. Kemudian puncak bergeser menjadi leasure, seiring dibukanya kebun raya," ujarnya.
Rizal memaparkan ada dua rel perkembangan puncak setelah jalan raya pos. Pertama perkembangan ruang saintifik dengan pusatnya Kebun Raya Bogor dan Cibodas. Kedua ruang wisata dimana pemandangan jadi aspek yang disenangi oleh wisatawan asing Eropa. Dimana abad itu ada abad leasure, dimana mereka ingin datang ke Asia karena dipengaruhi romantisme dari penulis dan lukisan terkenal dan kawasan puncak mewakili romantisme ini.
Kemudian kita bisa melihat Mega Mendung, Puncak, Cipanas dalam paket-paket buku pariwisata oleh departemen pariwisata kolonial tahun 1901. Dan Puncak adalah salah satu destinasi andalan saat itu.
"Ini yg disebut nasibnya puncak, dimana ekologi peminjaman ruangan penyembuhan, hingga bencana ekologi yang beradu kepentingan masa kolonial. Hingga perkembangannya benar-benar wisata bersifat pertumbuhan. Ini problem bagaimana bisa belajar dengan tata ruang lebih besar dari pengalaman perkembangan puncak 300 tahun terakhir," Rizal menjelaskan.
Dari pemaparan di atas bisa ditarik kesimpulan kawasan Puncak berkembang berdasarkan pertumbuhan dan kebutuhan kolonial. Jadi dari dulu Puncak sudah ramai diminati wisatawan.
(sym/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!