PHRI Banyumas: PPKM Berefek Langsung ke Perhotelan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

PHRI Banyumas: PPKM Berefek Langsung ke Perhotelan

Arbi Anugrah - detikTravel
Jumat, 08 Jan 2021 13:45 WIB
Ilustrasi hotel bintang lima
ilustrasi (iStock)
Jakarta -

Pemerintah telah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau sebelumnya disebut PSBB di wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan ini di mulai 11 Januari sampai dengan 25 Januari 2021 untuk percepatan penanganan virus Corona atau COVID-19.

Kebijakan tersebut ternyata berefek langsung pada industri perhotelan di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

"Sangat ada efeknya, sangat sekali pengaruhnya, sangat jelas sekali," kata Kepala bidang hotel berbintang, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Banyumas, Andre H Binawan saat dihubungi detikcom, Jumat (8/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, setidaknya terdapat enam hotel berbintang yang sudah tersertifikasi di Kota Purwokerto, mulai dari bintang 3 dan 4. Sedangkan hotel lainnya yang belum tersertifikasi, jumlahnya sekitar 80-90 hotel dimana hotel tersebut terpantau terus mengalami penurunan hunian hotel.

Ditambah adanya kebijakan PPKM yang membuat banyak orang yang membatalkan kegiatan di hotel yang telah diboking sejak jauh hari.

ADVERTISEMENT

"Di Banyumas hotel hotel lainnya (yang mengalami penurunan dan pembatalan boking hotel) saya kurang mendapatkan data, cuma setiap hari saya selalu memantau kondisi tingkat hunian hotel, nah itu betul betul turun drastis dibandingkan tahun 2020 awal, saat itu belum pandemi. Jadi kalau Januari tahun 2020 itu tingkat hunian di Banyumas, Purwokerto dan sekitarnya sekitar 80 persen, saat ini hanya sekitar 20 persen, turunnya sekitar 60 persen, kalau Januari ke Januari," ucapnya.

Sebagai contoh, salah satu hotel berbintang yang ada di Kota Purwokerto, sejak bulan Januari hingga Februari, sudah ada pembatalan pesanan hingga 465 kamar. Dengan adanya pembatalan tersebut mengakibatkan revenue atau pendapatan hotel tersebut hilang hampir Rp 70-80 juta.

"Cancelnya itu mulai Desember 2020, terus Januari 2021 semakin parah, apalagi dengan adanya PSBB ini. Dimana Banyumas raya termasuk salah satu kota selain Solo Raya dan Semarang Raya, jadi para pelaku usaha sudah mulai was was," ucapnya.

Dia menjelaskan jika pembatalan lebih banyak pada kegiatan acara pernikahan dan kunjungan kerja dari pemerintahan dimana mereka biasa melakukan rapat di hotel dan menginap.

"Kalau untuk yang membatalkan sedikit, kebanyakan itu dari wedding sama acara pemerintahan kunjungan kerja dan meeting, karena government biasanya sama meeting dari dinas dinas. Itu kadang (mereka) mengadakan meeting di hotel. Jadi mereka menunda pelaksanaan meeting dikarenakan PSBB di Banyumas Raya, karena ketakutan mereka akan protokoler kesehatan nya terlalu ketat," jelasnya.

Efeknya pada hotel tersebut, untuk bulan Januari saja, okupansi yang seharusnya bisa mencapai 70 persen, saat ini hanya berkisar 18-22 persen.

Dia menyampaikan jika para pelaku industri perhotelan berharap dengan kondisi yang terus tidak menentu ini pemerintah juga membantu untuk bisa disegerakan penerapan tax holiday. Sehingga tidak dikenakan pajak lagi, karena dia mengakui jika sangat sulit mengatur biaya operasional hotel dalam kondisi seperti saat ini.

"Jadi kami mohon kemurahan hati dari temen temen eksekutif dan legislatif untuk mengurangi atau tidak memberikan tax holiday dan pajak penerangan jalan, kalau di Banyumas itu 10 persen, kalau bisa di potong lagi, mungkin 50 persennya," ujarnya.

"Biar kami bisa survive, karena kami memiliki staf dan karyawan yang harus kita berikan nafkah. Karena efeknya ini efek domino, karena nanti karyawan kami jadi tidak bisa kerja, UMKM juga tersendat, karena barang barang yang kita beli juga dari temen-temen UMKM di Banyumas," lanjut dia.




(sym/sym)

Hide Ads