Jakarta -
Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menambah daftar panjang kecelakaan pesawat di Indonesia. Media asing pun menyoroti penyebab seringnya terjadi kecelakaan tersebut.
Salah satu media yang mengemukakan analisanya adalah Bloomberg. Bloomberg menyebut Indonesia sebagai negara terburuk di Asia dalam hal perjalanan udara.
Pernyataan itu didasarkan data dari Aviation Safety Network yang menunjukkan kecelakaan pesawat di Indonesia mencapai 104 kasus dengan korban meninggal sebanyak 2.301 sejak 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah ini terbanyak di Asia dan menempati urutan ke-8 di dunia.
Dalam artikel berjudul Jet Crash Adds to Long List of Aviation Disasters in Indonesia, Bloomberg membedah dua faktor utama yang menjadi penyebab kecelakaan pesawat di Indonesia.
Faktor pertama adalah cuaca buruk. Di Indonesia kerap terjadi badai petir yang dapat membahayakan penerbangan.
"Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terluas di dunia, dengan pulau-pulau berjajar sepanjang London hingga New York, Indonesia memiliki salah satu insiden badai petir dan sambaran petir tertinggi dibandingkan wilayah lainnya," tulis Bloomberg.
Media itu juga mencontohkan Kota Bogor yang pernah mengalami badai petir selama 322 hari dalam setahun pada 1988.
Puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Foto: Rifkianto Nugroho |
Kemudian, melihat kondisi geografis Indonesia yang penuh gunung berapi, ini juga dapat menyebabkan gumpalan abu ke udara yang dapat membahayakan penerbangan. Abu itu dapat tersedot masuk ke mesin pesawat dan merusaknya.
Traveler tentu masih ingat ketika Gunung Agung di Bali meletus, sejumlah penerbangan harus dialihkan bahkan dibatalkan.
"Pada 2019, bandara Bali membatalkan dan mengalihkan sejumlah penerbangan menyusul letusan Gunung Agung, yang memuntahkan abu di selatan pulau," tulisnya.
Selain itu faktor pemanasan global yang mengubah cuaca juga disoroti. Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 juga diketahui sempat mengalami delay akibat cuaca buruk.
"Dengan pemanasan global, kejadian cuaca ekstrim menjadi lebih umum juga. Penerbangan Sriwijaya Air SJ 182 ditunda sekitar satu jam karena kondisi yang memprihatinkan," papar tulisan itu.
Selanjutnya: masalah komunikasi
Faktor kedua yang juga menyebabkan kecelakaan adalah kegagalan komunikasi. Bloomberg berkaca pada kasus jatuhnya pesawat AirAsia pada Desember 2014.
Kecelakaan itu terjadi karena pilot Indonesia dan co-pilot asal Prancis gagal menangani kendala di auto-pilot sehingga pesawat terjun ke laut.
Berbeda dengan Bloomberg, media Associated Press (AP) mencoba melihat kecelakaan pesawat di Indonesia menggunakan sudut pandang yang lebih luas. Mereka menyebut, hal ini disebabkan kombinasi faktor sosial, ekonomi, dan geografis.
"Industri ini memiliki sedikit regulasi atau pengawasan pada tahun-tahun awal booming penerbangan Indonesia, setelah ekonomi dibuka setelah jatuhnya Soeharto pada akhir 1990-an dan berakhirnya dekade kediktatoran," tulis media tersebut.
AP juga menyoroti menjamurnya fenomena maskapai berbiaya rendah di Indonesia. Pesawat memang menjadi moda transportasi penting di Indonesia, mengingat wilayah negara ini yang berupa kepulauan. Sayangnya, Indonesia masih memiliki kekurangan infrastruktur transportasi yang aman dan efisien.
Petugas dari Basarnas dan KNKT bekerjasama memindahkan bangkai Pesawat AirAsia QZ 8501 dari kapal Crest Onyx ke darat dengan menggunakan alat berat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (02/03/2015). Sebelumnya, Pesawat AirAsia QZ 8501 jatuh pada di Selat Karimata pada akhir tahun lalu. Selanjutnya bangkai pesawat ini akan diperiksa oleh KNKT di Curug, Tanggerang. Grandyos Zafna/detikcom Foto: Grandyos Zafna |
Karena seringnya terjadi kecelakaan pesawat di Indonesia, Amerika Serikat pernah melarang maskapai Indonesia terbang ke sana dari tahun 2007-2016. Mereka menyebut maskapai Indonesia memiliki kekurangan dalam satu bidang atau lebih, seperti keahlian teknis, personel terlatih, prosedur pencatatan atau pemeriksaan.
Tak cuma AS, Uni Eropa juga pernah menutup pintu untuk maskapai Indonesia dengan alasan serupa mulai 2007 sampai dengan 2018.
Namun belakangan maskapai Indonesia sudah kembali mendapatkan kepercayaan dari negara asing. Ini karena dunia aviasi Indonesia dianggap mengalami kemajuan dalam hal regulasi, fasilitas, perawatan pesawat, dan pilot yang lebih terlatih.
Sayangnya, dengan kecelakaan yang menimpa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ini, masalah keamanan dan penegakan regulasi penerbangan Indonesia kembali diperbincangkan. Komisi V mengatakan akan segera memanggil Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi serta pihak-pihak terkait untuk mengulas soal regulasi terutama perawatan pesawat saat pandemi COVID-19 ini.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!