Vaksin COVID-19 mulai disuntikkan ke masyarakat di berbagai negara dan digadang-gadang bakal jadi syarat terbang. Namun hal itu justru dinilai diskriminatif.
Hal itu diutarakan World Travel and Tourism Council (WTTC) seperti dikutip Rabu (13/1/2021). WTTC menyebut kewajiban melakukan vaksin itu mirip seperti diskriminasi di tempat kerja dan harus ditolak. Alasannya karena saat ini masih banyak sektor lain yang lebih membutuhkan vaksin COVID-19 ketimbang penerbangan.
"Kita seharusnya tidak pernah meminta vaksinasi untuk mendapatkan pekerjaan atau bepergian," kata Kepala Eksekutif WTTC Gloria Guevara seperti diberitakan Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, saat ini pemerintah di berbagai negara sedang membendung penyebaran COVID-19, salah satunya dengan mengandalkan vaksinasi yang juga bakal diwajibkan menjadi syarat terbang. Salah satu maskapai yang setuju dengan aturan ini adalah Qantas Airways.
"Saya sangat tidak setuju dengan pendekatan dari Qantas," kata Guevara, yang organisasinya mewakili sektor yang menyumbang sebanyak 10% dari lapangan kerja global.
"Jika Anda memerlukan vaksinasi sebelum bepergian, itu mendiskriminasi kami," ujarnya.
Menurut WTTC, protokol keselamatan penerbangan yang selama ini diberlakukan sudah cukup dalam mencegah penyebaran COVID-19. Saat ini, pesawat memanfaatkan penyaringan udara di dalam pesawat atau sistem HEPA.
"Dengan adanya sistem itu, artinya lebih sedikit kesempatan penularan COVID-19 di pesawat daripada di supermarket," ujarnya.
"Kita perlu melindungi kelompok rentan dan memprioritaskan vaksinasi untuk mereka," ia melanjutkan.
Akan tetapi pendapat Guevara ini rupanya bertolak belakang dengan mayoritas masyarakat yang mengikuti panel online, di mana mereka mendukung persyaratan vaksin COVID-19 untuk dapat terbang.
Pihak yang justru mendukung Guevara adalah CEO AirAsia Group Tony Fernandes yang mengatakan protokol pengujian COVID-19 secara global tetap menjadi kunci untuk dapat membuka kembali perjalanan.
Fernandes mengatakan ia pesimis tentang kesiapan negara-negara untuk menerima tes dan sertifikat vaksin COVID-19 satu sama lain. Di samping itu, saat ini negara-negara di Asia juga cenderung membutuhkan banyak vaksin.
"Ada rasa kurang percaya yang besar di luar sana saat ini. Negara akan mempertanyakan apakah tes PCR benar-benar sesuai standar kita? Pemerintah pun menjadi sangat nasional," paparnya.
(pin/ddn)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Ada Apa dengan Garuda Indonesia?