Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Joe Biden bakal mencabut larangan masuk untuk warga dari sejumlah negara mayoritas muslim. Aturan ini sempat bikin dunia gaduh di masa kepemimpinan Donald Trump.
Aturan tersebut dikeluarkan pada 27 Januari 2017. Kala itu, Gedung Putih mengumumkan ada tujuh negara mayoritas muslim yang dilarang masuk AS, yaitu Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman.
Saat itu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang isinya menghentikan sementara masuknya para pengungsi selama 120 hari. Selain itu, untuk enam negara selain Suriah, dilakukan pelarangan masuk warganya selama 90 hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sedang mengambil langkah-langkah pemeriksaan baru untuk membuat para teroris Islam radikal menjauh dari AS. Saya tidak menginginkan mereka di sini," kata Trump seperti dilansir dari AFP.
"Kami hanya ingin menerima mereka yang akan mendukung negara kita dan yang sangat mencintai rakyat kita," Trump menambahkan.
Kebijakan yang diambil Trump ini dianggap sebagai bentuk diskriminasi. Kekacauan pun terjadi bagi warga Arab-Amerika yang anggota keluarganya hendak datang ke AS.
Saat itu, Direktur Kebijakan dan Legal Komite Antidiskriminasi Arab-Amerika Abed A. Ayoub mengatakan aturan ini akan berdampak pada pemegang kartu hijau yang bepergian, mahasiswa, dan orang-orang yang akan berobat.
Langkah Trump juga dikecam partai oposisi AS yakni Partai Demokrat, serta kelompok pembela hak asasi manusia.
"Air mata mengalir ke pipi Patung Liberty malam ini karena tradisi hebat Amerika, menyambut para imigran yang telah ada sejak Amerika berdiri, telah diinjak-injak," cetus Senator Chuck Schumer dari Partai Demokrat.
"Menerima para imigran dan pengungsi bukan hanya soal kemanusiaan, namun juga telah meningkatkan perekonomian kita dan menciptakan lapangan kerja selama beberapa dekade. Ini salah satu perintah eksekutif paling mundur dan buruk yang telah dikeluarkan presiden," katanya.
Meski ditentang berbagai pihak, hingga akhir pemerintahannya, Trump tetap pada pendiriannya untuk melarang warga dari 7 negara itu masuk. Ia juga menyebut larangan yang ia buat bukan larangan muslim.
"Ini bukan soal agama. Ini menyangkut soal teror dan menjaga negara kita tetap aman," dia menambahkan, sembari menyebut bahwa 40 negara mayoritas muslim lainnya tidak terdampak kebijakannya ini.
Setahun kemudian, tepatnya pada 26 Juni 2018, melalui putusan Mahkamah Agung (MA) larangan masuk ini diperkuat untuk 4 negara mayoritas muslim yakni Iran, Libya, Suriah, dan Yaman. Serta satu negara lainnya yaitu Korea Utara.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum