Pandemi virus Corona membuat pengusaha restoran dan hotel menjerit. Okupansi hotel berada di kisaran 31,65 persen pada bulan November 2020.
Ketua Utama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, bahwa pada tahun lalu, tepatnya pada bulan Oktober, okupansi beberapa destinasi sempat naik hingga 54,25 persen. Namun situasi tersebut tidak berlangsung lama.
"Saat long weekend Oktober itu memang di beberapa destinasi lumayan naik 54,25 persen. tapi begitu selesai long weekend langsung ngedrop dan pariwisata selalu dituding jadi klaster baru," kata Hariyadi, Kamis (29/1/2021) dalam MGN Summit 2021, Wonderful Indonesia, Reviving The Tourism Industry.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini salah satu cerita sedih pariwisata. Setelah long weekend, pasti dituduh bikin kasus Corona naik," tambahnya.
Okupansi Hotel di Bali Sangat Rendah
Hotel-hotel di Bali yang biasanya suka penuh, kini memiliki okupansi yang sangat rendah, yaitu mencapai satu digit. "Bali itu sekarang sudah single digit," kata Hariyadi
"Jadi sekarang itu hanya yang buka di Bali itu hanya tinggal 10% dari kira kira 160 ribu kamar di sana masih aktif," tambahnya.
Penyebab penurunan permintaan pasar adalah regulasi pembatasan aktivitas masyarakat. Ada kekhawatiran penyebaran COVID ditambah biaya perjalanan saat ini relatif meningkat.
"(Ini) pastinya menurunkan daya beli masyarakat dan perubahan perilaku masyarakat yang saat ini meeting nya semua virtual. Jadi kalau di hotel yang punya ballroom sekarang repot karena orang semuanya melakukan virtual yang mengakibatkan penurunan demand kita," kaya Hariyadi.
Sehingga, sulit bagi PHRI untuk membuat prediksi pertumbuhan okupansi di 2021. Saat menghadapi situasi tak mudah ini, terjadi banyak perubahan kerja sama yang mendadak.
"Jadi, ketidakpercayaan traveler membuat perencanaan yang sudah direncanakan jauh jauh hari banyak batal," kata Hariyadi.
Strategi PHRI di Tahun Sulit
Biarpun sulit, namun PHRI menyusun strategi pemasaran yang dilakukan di tahun ini. Pertama, mereka melakukan kerja sama dengan airlines dan Inaca.
"Dalam hal ini yang sudah berjalan jauh adalah dengan air Asia yaitu membuat program bundling hotel dan tiket pesawat dengan konsep dynamic package. Jadi konsep inventori kamar hotelnya itu ada di tangan teman-teman hotelier," ungkapnya.
Selanjutnya ialah kerja sama dengan pelaku usaha pariwisata dalam membuat program wisata di setiap destinasi. Selain itu juga bekerja sama dengan online travel agent untuk melakukan olah big data untuk menajamkan strategi pemasaran dengan target yang jelas.
"Lalu yang juga kita perlu kita antisipasi adalah penurunan okupansi rendah ini juga nanti dengan kerja sama tadi, kita bisa dorong untuk okupansi masih bisa kita pertahankan," tambah Hariyadi.
Saat ini serapan tenaga kerja pun tidak maksimal karena demand masih sangat rendah dan multitasking karyawan sangat dibutuhkan. Di samping itu, hotel yang bisnisnya bergantung pada Meeting, Incentive, conference dan exhibition (MICE) akan mengalami tantangan yang berat.
(elk/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!