Presiden Joko Widodo mengatur perizinan investasi bagi industri miras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara. Bagaimana sejarah miras di Papua?
Perizinan soal investasi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.
Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Perpres itu menjadi polemik di Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, miras menyumbang angka kriminalitas tinggi di Papua. Bahkan, miras disebut-sebut menjadi salah satu pertimbangan para traveler yang akan berkunjung ke Papua.
Sejak kapan minum miras di Papua mulai ada?
Peter Bellwood dari Australian National University dalam buku Man Conquest of the Pacific: The Prehistory of South East Asia and Oceania (1978) menyebut orang berbahasa Austronesia dari Asia yang datang di pesisir Papua sekitar 3000 tahun yang lalu yang mengenalkan minuman beralkohol dan pengetahuan membuat minuman beralkohol hasil sadapan pohon aren, nipah atau kelapa.
Secara tradisional, suku Mey Brat di Ayamaru, Papua Barat memiliki kebiasaan minum arak atau dalam bahasa setempat disebut dengan ara dju. Arak diminum suku Mey Brat pada pesta atau pertemuan atau dengan tamu.
Cairan itu disadap dari pohon aren. Di daerah utara Danau Ayamaru arak disebut djy atau tuwoq, berasal dari istilah Melayu tuwak.
Suku Tehit di Teminabuan, Sorong menyebut sagero sebagai minuman persaudaraan. Oleh suku Tehit, sagero ini disadap dari pohon aren.
Suku Sentani di Waena, Jayapura, membuat minuman tuak atau sagero dengan menyadap dari pohon kelapa.
Lain halnya di Nabire, miras lokal dibuat dari nira nipah, minuman ini dikenal dengan bobo.
Miras dari nira aren, kelapa atau nipah ini dikenal sebagai milo atau miras lokal. Adapun oplosannya disebut boplas atau minuman botol plastik.
Dalam sejarahnya, minuman keras modern di Papua diperkenalkan oleh pasukan Amerika, Belanda, dan Australia pada Perang Pasifik pada 1944.
Jayapura atau Hollandia saat itu oleh Amerika dijadikan sebagai Basis G, markas militer komando untuk wilayah Pasifik Barat Daya yang dilengkapi dengan sembilan galangan kapal, fasilitas militer, rumah sakit, gudang, toko dan tentu saja tempat hiburan.
---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol