Suku Pegunungan Papua Nggak Kenal Miras

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Suku Pegunungan Papua Nggak Kenal Miras

Hari Suroto - detikTravel
Rabu, 03 Mar 2021 14:42 WIB
Danau di Pegunungan Jayawijaya
Ilustrasi Pegunungan Jayawijaya di Papua (Afif Farhan/detikTravel)
Sorong -

Beberapa waktu lalu ramai soal Perpres terkait investasi miras yang akhirnya dicabut. Namun, miras ternyata tak ada di Pegunungan Papua.

Kebiasaan miras di Papua hanya dikenal oleh masyarakat di pesisir dan pulau-pulau lepas pantai Papua. Miras lokal atau yang kerap disebut milo ini berbahan dari nira kelapa, nira aren dan nira nipah.

Sedangkan di Merauke, milo dibuat dari tanaman wati. Seperti diketahui jenis-jenis tanaman ini hanya tumbuh di dataran rendah dan tidak bisa tumbuh di dataran tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibatnya, milo tidak dikenal oleh suku-suku di Pegunungan Papua. Hal ini diamini oleh Wulf Schiefenhoevel, profesor antropologi medis Max Planck Institute Jerman. Wulf sudah melakukan penelitian suku-suku di pegunungan Papua sejak 1974.

"Pegunungan Papua saya pikir tempat yang khusus dan spesial, karena suku-suku di sana dalam budayanya tidak mengenal pembuatan minuman alkohol tradisional. Ini satu-satunya di dunia, mereka tidak kenal alkohol tradisional," kata Wulf.

ADVERTISEMENT

Wulf mengatakan, suku-suku di Pegunungan Papua mengenal minuman alkohol dari orang Eropa. Pada 1974, rombongan peneliti Jerman di Eipomek, Pegunungan Bintang sangat susah sekali, Eipo daerah dingin, seperti kebiasaan orang di Eropa, untuk menghangatkan badan, selalu minum minuman beralkohol sesuai takaran.

Salah satu anggota tim peneliti yang bernama Klaus Helfrich, ia sudah berpengalaman penelitian lapangan di Amerika Selatan, mengajari tim peneliti yang kedinginan membuat chica yaitu minuman beralkohol berbahan tebu. Seperti diketahui di pegunungan Papua kelapa tidak bisa tumbuh, hanya pisang, keladi, buah merah dan tebu yang tumbuh.

Oleh Klaus Helfrich, tebu dikunyah dalam mulut, kemudian cairan yang dihasilkan dituangkan dalam wadah, cairan hasil kunyahan ini dibiarkan beberapa hari, cairan tebu ini akan terfermentasi menjadi minuman beralkohol.

"Tetapi pengetahuan ini tidak kami kenalkan pada suku-suku di pedalaman Papua. Minuman hasil fermentasi tebu ini hanya konsumsi tim peneliti sendiri," ujarnya.

Suku-suku di pegunungan Papua pertama kali mengenal minuman beralkohol dari orang Eropa. Pada waktu itu orang Eropa sedang membuat lapangan terbang perintis secara manual yang hanya mengandalkan linggis dan sekop.

Mereka dibantu oleh suku-suku di pegunungan Papua, seusai kerja, oleh orang bule tersebut mereka diberi minuman beralkohol. Cukup satu sloki saja, hal ini untuk menyegarkan dan menghangatkan badan seusai bekerja keras di daerah dingin. Minuman beralkohol ini didatangkan dari Eropa.

Setelah lapangan terbang jadi dan penerbangan perintis dengan pesawat kecil lancar, maka semakin banyak minuman beralkohol modern yang didatangkan ke pegunungan. Namun, itu hanya untuk dikonsumsi oleh orang Eropa.

Akses transportasi yang lancar, akhirnya sebagian masyarakat Pegunungan Papua bermigrasi ke Kota Jayapura, Nabire atau Merauke. Di kota-kota tersebut miras maupun milo mudah didapatkan.

Untuk informasi, setelah diprotes banyak kalangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin investasi minuman beralkohol alias minuman keras (miras). Aturan itu semula dimuat di lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

---

Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.




(rdy/rdy)

Hide Ads