Sejak berfungsinya Jalan Trans Merauke-Boven Digoel, dan Nabire-Paniai membuat peredaran minuman keras (miras) di kawasan Pegunungan Papua makin merajalela.
Satu-satunya akses transportasi ke pegunungan Papua yaitu penerbangan perintis dengan pesawat kecil. Sehingga di pegunungan Papua terdapat sekitar 300 lapangan terbang.
Namun, sejak berfungsinya Jalan Trans Merauke - Boven Digoel, Jalan Trans Nabire - Paniai, akses perjalanan dari Merauke ke Boven Digoel sudah lancar, begitu juga dari Nabire ke Paniai. Seperti diketahui Boven Digoel dan Paniai berada di pegunungan Papua, sedangkan Merauke dan Nabire di daerah pesisir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya akses transportasi darat ini, menyebabkan beberapa lapangan terbang perintis ditutup. Sebelum adanya jalan trans yang menghubungkan pesisir dan pegunungan, semua barang dikirim menggunakan pesawat terbang kecil.
Semua barang yang akan dikirim ke pegunungan terlebih dulu diperiksa oleh petugas maskapai sebelum diangkut dengan pesawat sehingga dapat dipastikan minuman keras tidak akan lolos ke pegunungan Papua melalui penerbangan.
Baca juga: Suku Pegunungan Papua Nggak Kenal Miras |
Hal inilah yang menyebabkan harga minuman keras di pegunungan Papua sangat mahal, sehingga rawan penyelundupan. Sebagai gambaran, harga Vodka di Wamena Rp 300 ribu per botol, sedangkan di Kota Jayapura Rp 100 ribu per botol.
Namun sejak selesainya Jalan Trans Merauke - Boven Digoel dan Jalan Trans Nabire - Paniai, semuanya berubah, semua barang ke pegunungan Papua dikirim melalui transportasi darat termasuk miras, dan akhirnya miras ini sampai Pegunungan Papua juga.
Saat ini sedang diselesaikan pengerjaan Jalan Trans Papua yang menghubungkan Kota Jayapura dengan Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Jika jalan trans penghubung ini selesai, bisa dipastikan transportasi darat akan lancar dan semakin banyak minuman keras yang lolos dari Kota Jayapura ke Wamena, Lembah Baliem.
Seperti diketahui miras di pegunungan Papua mulanya dikenalkan oleh orang Eropa. Pada waktu itu orang Eropa sedang membuat lapangan terbang perintis secara manual hanya menggunakan linggis dan sekop.
Baca juga: Sejarah Miras di Papua |
Mereka dibantu oleh suku-suku di Papua, seusai kerja, oleh orang Eropa tersebut mereka diberi minuman beralkohol satu sloki saja, hal ini untuk menyegarkan badan yang baru selesai bekerja keras. Minuman beralkohol ini didatangkan dari Eropa.
Setelah lapangan terbang jadi dan penerbangan perintis dengan pesawat kecil lancar maka semakin banyak minuman beralkohol modern yang didatangkan ke pegunungan, tetapi itu hanya dikonsumsi oleh orang Eropa saja waktu itu.
Sedangkan dalam tradisi suku-suku Pegunungan Papua tidak mengenal pengetahuan membuat minuman beralkohol tradisional atau milo kepanjangan dari minuman keras lokal.
---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol