Memakai jubah, botak plontos, dan hidup dalam kesederhanaan, itulah ciri dari seorang biksu atau biksuni. Seperti apa sih kesehariannya?
Mungkin pertanyaan itulah yang sering terlintas ketika mendengar atau melihat seorang biksu. Di Indonesia biksu boleh dibilang jarang terlihat, apalagi biksuni.
Beruntung tim Road Trip Java-Bali with IONIQ Electric Hyundai dapat berbincang langsung dengan seorang mantan biksuni, namanya Fera. Fera kini bekerja sebagai master wellness di Four Season Sayan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tahun 2006, Fera memutuskan untuk menjadi seorang biksuni. Dia pergi ke vihara Panditarama Forest Centre di Myanmar. Hanya negara ini yang memberikan visa meditasi untuk orang asing.
"Jadi biksu itu enak, semua gratis," ujar Fera kemudian tertawa.
Pribadinya yang supel memang mencairkan suasana yang kaku. Apalagi kami baru pertama kali bertemu.
Fera kembali melanjutkan ceritanya. Selama menjadi biksu atau biksuni mereka hidup sangat teratur. Mulai pukul 03.00 waktu setempat, mereka akan dibangunkan.
"Kemudian semua berkumpul di hall utama pada jam 03.30 waktu setempat," kata dia.
Setelah berkumpul mereka akan meditasi sampai pukul 06.00 waktu setempat. Jadwal selanjutnya adalah sarapan. Habis sarapan, mereka kembali meditasi sampai jam makan siang, yaitu pukul 11.00 waktu setempat.
"Habis makan siang, ya meditasi lagi sampai jam 5 sore. Kerjanya ya meditasi saja," ujar Fera kemudian terkekeh.
Pukul 17.00 adalah waktu terakhir mereka makan dan minum. Biasanya mereka akan diberi jus atau air gula, setelah itu biksu dan biksuni harus puasa sampai nanti waktu sarapan tiba.
"Sehabis minum jus, ya meditasi lagi sampai jam 10 malam. Selanjutnya tidur dan kembali lagi bangun jam 3 dan seterusnya," kata dia.
Selama menjadi biksuni, Fera bertemu dengan orang-orang dari berbagai negara. Mereka datang untuk meditasi dan mencari ketenangan.
Hal yang menarik adalah menjadi biksu atau biksuni di sini bukanlah selamanya. Menurut pengalaman Fera, turis yang datang biasanya melaksanakan cuti selama sebulan atau dua bulan.
"Setelah selesai cuti mereka akan kembali ke kehidupannya masing-masing," katanya.
Seperti pendeta atau uztad, baksu dan biksuni juga melakukan perjalanan rohani ke berbagai negara. Apalagi di ASEAN sendiri ada cukup banyak negara buddha.
"Saya pernah ke Laos, Vietnam dan Thailand. Jadi, ke sananya gratis," dia menjelaskan.
Baca juga: Sunset Canggu, Pelukismu Maha Agung! |
Untuk bisa menjadi biksu dan biksuni, tak seribet yang kita bayangkan. Terkhusus di Panditarama Forest Centre, orang dari latar belakang apa pun boleh datang bermeditasi ke sana.
"Siapa pun boleh datang ke sana, tak harus menjadi buddha," tuturnya lembut.
Di sana, para biksu dan biksuni memang dikhususkan untuk meditasi tingkat tinggi. Semua pengajarannya juga menggunakan bahasa Inggris, jadi tak ada kendala dalam berkomunikasi.
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Ada Apa dengan Garuda Indonesia?