Bus lintas Jawa-Sumatera tidak menyediakan makan meski kelasnya eksekutif. Kenapa demikian dan apa alasannya?
Kurnia Lesani Adnan, direktur utama PT. SAN Putra Sejahtera (PO SAN), menguraikan alasannya. Layanan makan sempat ramai jadi pertanyaan masyarakat.
"Nggak cuma SAN, kenapa di Sumatera nggak ada servis makan. Jawa ada servis makan," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sani mengatakan bahwa bahwa hal pertama yang menghalangi adalah soal waktu. Ia kesusahan menentukan jam makan bila jarak naik penumpang terlalu dekat dengan rumah makannya.
"Kita nggak ngasih makanan ringan karena titik naiknya banyak. Contoh, dari Blitar titik naiknya bisa sampai Palimanan. Kalau kasih dari Solo, di Gringsing sudah akan berhenti makan besar," kata Sani.
Kedua, ada perbedaan manajemen rumah makan di Jawa dan Sumatera. Atas dasar inilah yang membuat peniadaan layanan itu.
"Susah menentukan jamnya kalau ada servis makan. Kan nggak bisa tepat jam sekian sampai rumah makan," ujar Sani.
"Kemudian ada perbedaan pola manajemen restoran di Sumatera dan Jawa itu berbeda. Unik," dia menegaskan.
"Mereka bagi hasil. Kalau di Jawa, karyawan restoran itu kan dari gaji," kata Sani menambahkan.
Sani juga mengatakan bahwa uang makan bukan diberikan oleh perusahaan. Namun, penumpanglah yang menitipkannya pada PO untuk dibayarkan ke rumah makan.
"Kalau kita kasih servis makan, sorry ya, karena servis makan itu yang kalian bayar sebesar Rp 15.000-20.000. Jadi cost itu dibayar penumpang," kata Sani.
"Kalau penumpang nuntut nggak ada servis makan sebenarnya sama saja dibayarkan perusahaan atau bayar sendiri. Kan bedanya cuma itu," dia menambahkan.
"Pun dikasih servis makan adanya aneh-aneh, cuma kuah sop atau capcay," kata dia lagi.
Untuk diketahui, PO SAN pernah menerapkan kupon makan sekitar tahun 1995-97'. Tapi, pada akhirnya rumah makan itu keberatan dan lama-lama ogah-ogahan melayani penumpang.
"Karena itu tadi, dari sisi hitungan bagi hasilnya susah. Misal, bujet Rp 15.000 mungkin bahan sayur segala macam sedikit lebih mahal di Sumatera dan dapatnya apa? Jadi, kita mau bikin varian kalau kita paksa mereka malah nombok," kata Sani.
"Kalau sesuai bujet yang di spare adanya itu doang. Apa adanya kan nggak baik juga dan jadi komplain terus terang," kata dia lagi.
"'Oh kok cuma itu doang. Itu-itu aja.' Akhirnya ya sudahlah. Bingung lho uang segitu dapat apa di rumah makan Padang?," kata Sani.
Sani menegaskan bahwa kultur layanan makan bus lintas Jawa-Sumatera memang berbeda. Dia kesulitan dan memutuskan untuk nggak memberikan fasilitas itu.
Baca juga: Begini Persaingan PO Jawa dan Sumatera |
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol