Penguin bermata kuning (hoiho) tidak hanya bertarung dengan alam untuk bertahan hidup saat pandemi virus Corona. Tempat perawatan mereka di Penguin Place terancam kehabisan uang karena pandemi virus Corona.
Hoiho atau penguin bermata kuning merupakan salah satu spesies penguin paling terancam di dunia. Kini hanya ada sekitar 4.000 hingga 5.000 ekor hoiho dewasa yang tersisa di alam liar.
Hoiho adalah spesies penguin terbesar yang hidup dan berkembang biak di daratan Selandia Baru. Namun dalam beberapa dekade terakhir, populasinya menurun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsekuensinya, pemerintah Selandia Baru memasukkan hewan akuatik jenis burung itu ke dalam daftar binatang yang terancam punah secara nasional.
Sekelompok dokter hewan yang bekerja di The Wildlife Hospital di Kota Dunedin, Selandia Baru berupaya untuk menjaga kelestarian penguin itu. Dokter-dokter hewan itu memberi perawatan eksklusif kepada penguin sejak 1990-an.
Kebanyakan penguin ini dirawat di rumah sakit karena berbagai alasan. Di antaranya, kelaparan, cedera, dan mengidap penyakit.
Sebelum pembukaan rumah sakit pada tahun 2018, hoiho yang sakit atau terluka harus bertahan dari perjalanan yang menimbulkan stres, yakni dari Pulau Selatan ke Pulau Utara, untuk perawatan.
Perawatan rumah sakit di Pulau Utara Selandia Baru memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.
Dokter-dokter dan staf rumah sakit itu menyadari betul risiko merawat penguin. Bisa lecet atau terkena kotoran.
"Hewan-hewan ini ingin menggigit kami, mereka ingin menampar kami, membuang kotoran di seluruh tubuh kami, tapi kami mencintai mereka," kata pendiri Wildlife Hospital, dokter Lisa Argilla sembari menunjukkan sejumlah bekas luka yang muncul dalam 13 tahun merawat penguin bermata kuning.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, penguin-penguin itu melanjutkan pemulihannya di Penguin Place. Di tempat itu para penguin tempat direhabilitasi dan menambah berat badan sebelum dilepaskan ke alam liar.
Sekitar 95% penguin hoiho yang dibawa ke fasilitas itu bertahan hidup untuk dilepaskan kembali ke alam liar.
Bandingkan persentase yang tinggi itu dengan sejumlah kecil hasil pengembangbiakan alami yang hanya berjumlah 265 ekor di Pulau Selatan, menurut perkiraan tahun 2019.
Hasil positif pekerjaan para dokter hewan itu jelas terlihat.
"Jika Penguin Place tidak ada di sini, saya hampir dapat menjamin bahwa populasi mereka akan punah," kata Jason van Zanten, manajer konservasi di Penguin Place.
Namun, seperti spesies yang terancam punah, nasib Penguin Place semakin terancam. Fasilitas ini sepenuhnya memperoleh penghasilan dari pengunjung. Pandemi Covid-19 memukul Penguin Place dengan sangat parah.
Dalam beberapa bulan lagi, pusat rehabilitasi penguin itu akan kehabisan dana untuk memberi makan dan merawat pasien mereka.
Upaya konservasi di Selandia Baru telah lama berkorelasi dengan pariwisata.
Selama beberapa dekade, orang berbondong-bondong datang ke garis pantai Semenanjung Otago, tanjung yang menjulang tinggi dan teluk yang tersembunyi. Para turis itu berharap melihat secara sekilas singa laut, anjing laut, dan penguin.
Dan meskipun pengunjung dari luar negeri serta penghasilan dari pariwisata yang mendukung program pelestarian belum kembali, orang-orang yang menyelamatkan satwa liar ini tetap bertahan. Walau digigit dan tertampar sayap penguin, mereka bertekad merawat hewan ini satu per satu.
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!